Jelang Pilkada DKI kian “panas”, walaupun tidak tinggal di Jakarta dan kemungkinan tidak bisa ikut “nyoblos”, toh saya yang ber-ktp DKI tetap punya kepentingan, yakni untuk Jakarta yang lebih baik. Saya terpanggil untuk ikut memberikan pandangan kritis kepada para calon gubernur yang maju dalam pertarungan Pilkada DKI. Fenomena sosial-budaya yang kita alami adalah termakan arus ikut-ikutan dan popularitas, Ya betul. Jokowi-Ahok sedang popular up today, “kewajiban” saya mengingatkan khalayak, semoga bermanfaat, taal (arab-ayolah).
“"Ya bosenlah. Semua yang maju ke pilkada selalu pakai baju koko dan kopiah, biar kelihatan religius. Jujur, saya nggak suka dengan model pencitraan kayak begitu," tukas Walikota Solo Joko Widodo, dalam dialog akrab saat mengunjungi markas Tribunnews di Palmerah Selatan, Komplek Kompas Gramedia, Senin (16/4).
http://www.tribunnews.com/2012/04/16/jokowi-bosan-pencitraan-agamis-baju-koko-berkopiah
“Tafsiran” saya ada dua point “serangan” Jokowi; kata2 biar kelihatan religius dan model pencitraan kayak begitu. Telak, Jokowi tidak bisa menjaga lisannya, akibatnya berlaku pepatah mulut-mu harimau-mu. Betapa Jokowi sudah mencederai perasaan para cagub lainnya, astaghfirullohal’azim.
Si Ahok lain pulak langgamnya, jauh hari Ahok sudah berkomentar tidak keluar uang sepeserpun dari kantong pribadinya. Set dah tong, uangnya dari mana dong.
"Saya dicalonkan jadi wagub tanpa biaya sepeser pun. Bahkan, biaya kampanye jadi urusan partai. Kami hanya diwajibkan menjaga integritas bersih dan melayani rakyat banyak," ujar Ahok kepada Tribunnews.com, Rabu (21/3/2012).
Pernyataan ini sungguh terlalu prematur dan tidak realistis, zaman susah serba mahal sekarang ini tidak ada yang gratis. Untuk rapat pengurus internal terbatas saja kudu keluar dana konsumsi dan uang transportasi, lah masak iya misalnya Ahok janjian rapat makan siang dengan pengurus terdekatnya di restoran babi panggang diseputaran Mangga Besar Jakarta harus ditanggung PDIP atau Gerindra..? tak mungkin kan?
Lantas pesan moralnya apa? Ya itu tadi kalau bicara mbok ya dipikir dulu jangan asbun dan ojo kesusu alias jangan sok bersih atau sok sederhana.
Lebih berbahaya jika dipolitisasi, emang PDIP-Gerindra sukarela dunia akhirat membiayai total jenderal biaya kampanye Jokowi-Ahok yang bisa mencapai puluhan milyar?
Sorry kawan, there is no free lunch, apalagi PDIP yang terbukti berkhianat atas amanah rakyat.
Tidak Konsisten alias Plin-Plan atau Mencuri Start Kampanye?
Nah ini dia yang lebih fatal dan cilaka tigabelas, kalimat tidak konsisten dan plin-plan cukup halus menggantikan kalimat “boros dan mencuri jadwal kampanye”,.
Kompasianer Dzulfikar melaporkan pandangan mata beliau dalam postingan sbb:
Silahkan anda cek sendiri kapan jadwal kampanye dimulai, tapi kenapa Iklan Bilboard Mobil Jokowi-Ahok sudah melenggang dijalanan..?
Saya tafsirkan Jokowi-Ahok cukup royal dan boros jauh dari spirit sederhana dan bersahaja alias tidak mencerminkan kehidupan wong cilik. FYI, tarif 1 mobil adalah 50jt/bln, dalam postingan tersebut Pak Guru Dzulfikar melihat 5 mobil, artinya sudah 250jt terhambur sia-sia..? ironis bukan?
Bayangkan jika ada 10-20 mobil, darimana uangnya?
Yang menjadi kerisauan saya adalah kenapa Jokowi bersedia dicalonkan menjadi Cagub DKI. Fakta membuktikan bahwa Jokowi tidak ada niat menjadi gubernur DKI tetapi kenapa mau maju? Lewat PDIP pula? FYI, kesalahan PDIP kepada Warga Jakarta dan Indonesia sangat besar yakni memilih Sutiyoso dan Foke, jangan sampai Jokowi apes akibat dikendalikan PDIP-Gerindra, bisa cemar martabat baik beliau.
Taal masalama (arab-sampai jumpa, take care)
Link terkait;
http://www.tempo.co/read/news/2012/03/22/228391983/Cagub-DKI-Paling-Bersih-Versi-Pegiat-Antikorupsi
Jokowi-Bowo-Alex-Hidayat-Supanji ParPol Busuk
salam kompasiana
edsanto