“…bagi beberapa golongan menjadi partai pemerintah berarti ‘membagi rezeki’ … golongan sendiri dikemukakan, masyarakat dilupakan. Seorang menteri memperoleh tugas dari partainya untuk memberi keuntungan bagi partainya. Seorang menteri perekonomian misalnya menjalankan tugasnya itu dengan memberi lisensi dengan pembayaran yang tertentu untuk kas partainya… atau dalam pembagian lisensi itu kepada pedagang dan importir, orang separtai dengan dia didahulukannya… seringkali keanggotaan partai menjadi ukuran (untuk jabatan tertentu), bukan berdasar ‘the right man in the right place’…
akhirnya masuk partai bukan karena keyakinan, melainkan karena ingin memperoleh jaminan…suasana politik semacam itu memberi kesempatan kepada berbagai jenis petualang politik dan ekonomi dan manusia profetir maju ke muka, partai-partai politik ditungganginya untuk mencapai kepentingan mereka sendiri. Maka timbullah anarki dalam politik dan ekonomi. kelanjutannya, korupsi dan demoralisasi merajalela…” (Demokrasi Kita – 1960, cetakan 1966, hlm. 14-15)
.
KEMBALI KE ARTIKEL