Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Dilema Trotoar Jalan

4 April 2012   05:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:03 111 0
foto:beffy ADA diantara kita yang pernah melihat aksi seorang wanita yang ‘menghalau’ pemotor dari trotoar jalan? Pasti ada yah. Apa yang terlintas di benak saat melihat aksi wanita itu? Nekat? Upaya sang wanita meminta para pemotor tidak melintas di trotoar tentu sebuah keberanian. Peristiwa di bawah jembatan Semanggi, Jakarta yang menjadi banyak perbincangan pada tahun 2011 itu, cukup menarik. Pejalan kaki mungkin merasa sudah kehabisan kesabaran melihat ulah pemotor yang melintas di trotoar. Maklum, trotoar adalah salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Nah, trotoar juga merupakan salah satu hak pejalan kaki selain tempat penyeberangan. Ironisnya, selain dilintasi oleh pemotor, trotoar jalan juga kerap dilibas oleh para pedagang kaki lima. Buntutnya, ruang bagi pejalan kaki kian menyempit. Bahkan, pada titik tertentu tidak ada ruang sama sekali bagi pejalan kaki. Kalau sudah begini, butuh kedewasaan seluruh pihak untuk saling menghargai hak sesama pengguna jalan. Selain tentunya butuh ketegasan dan konsistensi petugas. Rasa sabar kita amat diuji saat menghadapi kemacetan lalu lintas jalan. Selaku pemotor, saya juga sedang belajar bagaimana mempertebal rasa sabar saat di antrean yang amat panjang. Ketika panas sinar matahari memanggang kulit, atau ketika asap knalpot kendaraan menerobos rongga dada. Godaan melintas di trotoar jalan sempat muncul. Akal sehat dan realitas pun bertempur. Pilihan yang sulit tapi harus diambil. Benteng yang bisa menjaga kesabaran adalah kepedulian. Rasa saling menghargai sesama pengguna jalan. Demi keselamatan jalan bersama. Sekaligus diiringi dengan pertanyaan, bagaimana kalau hak saya yang dirampas oleh orang lain? Duh. (edo rusyanto)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun