APA kata sang profesor atas ulah pemotor di jalan raya? Perlu bagaimana para pemotor menyikapi sorotan itu? Yuk kita cermati kritik-kritik tersebut. Fakta menyebutkan bahwa pemotor adalah pengguna jalan yang rentan terjebak insiden kecelakaan lalu lintas jalan. Pada 2011, keterlibatan sepeda motor menyentuh angka 72%. Barangkali semua maklum, hal itu lantaran si kuda besi lebih ringkih. Fisiknya yang hanya beroda dua praktis mudah tergelincir dibandingkan mobil. Nah, dalam kacamata Prof. Dr. Ir. Agus Taufik Mulyono, MT, guru besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, persoalan keselamatan pemotor amat kompleks. Ada berbagai aspek yang menjadi akar buruknya manajemen populasi sepeda motor di Indonesia. Ada aspek infrastruktur, manajemen lalu lintas, tata niaga perolehan sepeda motor, dan penegakan hukum.
Soal petugas yang bersih, tegas, dan konsisten ada disini. Kupas satu-satu yuk.
Infrastruktur Lajur. Lantaran infrastruktur yang kurang memadai membuat arus lalu lintas menjadi liar. Sulit dikendalikan. “Hal ini membuat risiko tinggi bagi pengguna jalan yang rentan,” kata Agus Taufik yang juga Ketua Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi (FSTPT). Rasanya, risiko itu juga membayangi pemotor kan?
Manajemen Lalu Lintas. Ketersediaan transportasi publik belum memadai, kurang aman dan nyaman, serta tidak tepat waktu. Boleh jadi hal itu membuat masyarakat memilih sepeda motor. Pemotor tidak menyukai angkutan umum. Di sisi lain, tidak ada pendataan kelaikan sepeda motor. “Pertambahan kendaraan dan perilaku pengendara sulit dikendalikan secara wajar,” tukasnya. Nah loh!
Penegakan Hukum. Polisi terlalu kompromi dengan para pelanggar aturan lalu lintas jalan. “SIM C terlalu mudah didapat,” tegas sang professor. Dia menilai, polisi terlalu pemaaf untuk pelanggaran aturan yang dianggap kecil, padahal dampaknya bisa fatal. Selain itu, katanya, tidak ada efek jera dan belum ada budaya patuh hukum. Terakhir,
Tata Niaga Perolehan. Produsen dinilai hanya memproduksi sepeda motor berdasarkan permintaan dan gaya hidup. Perdagangan dilakukan secara mudah, murah, dan jual cepat. “Iklan penjualan menonjolkan pesan arogansi kecepatan dan raja jalanan yang tidak beradab,” tegas dia. Lantas, bagaimana solusinya? Silakan lihat dalam grafis yang ada di atas. Salah satu yang menarik adalah polisi tidak memaafkan pelanggaran yang terjadi dan ada monitoring terhadap efek jera terhadap para pelanggar. Simak aja deh.
(edo rusyanto)
KEMBALI KE ARTIKEL