Seseorang harus melakukan sebuah tirakat di sebuah tempat yang dekat dengan air, misalnya tepi pantai atau tepi sungai, lalu membaca doa tertentu sebanyak bilangan tertentu, selama sekian puluh hari.
Ini merupakan hal yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad, ataupun para sahabatnya, para tabi'in maupun tabi'ut tabi'in.
Sebelum kita bahas soal cara bertemunya, kita perlu meluruskan dahulu apakah Nabi Khidir masih hidup atau tidak.
Nabi Khidir muncul dalam surat Al-Kahf ayat 65:
"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan rahmat dari sisi Kami dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."
Kemudian dalam Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Ath-Thabari, dan Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan bahwa hamba yang dimaksud ini adalah Khidr. Mayoritas ulama dari kalangan ahli tafsir, ushul dan ahli hadits berpendapat bahwa Khidir adalah seorang Nabi.
Kenabian Khidir didukung oleh beberapa hal yang diambil dari Al-Qur'an. Awalnya, Nabi Musa diperintahkan untuk menjadi pengikutnya, di awal ayat 66 dalam surat Al-Kahf, Nabi Musa berkata pada Khidir: bolehkah aku mengikutimu, agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar...
Nabi Khidir mengiyakan permintaan Nabi Musa dengan ketentuan dan syarat, yaitu jangan mempertanyakan apapun sampai ia menerangkan hal tersebut (QS. Al-Kahf [18]: 70)
Dalam perjalanan tersebut, Khidir melakukan perbuatan-perbuatan yang tak biasa, seperti melubangkan perahu (QS. Al-Kahf [18]: 71), membunuh seorang anak (QS. Al-Kahf [18]: 74), dan menegakkan dinding rumah yang hampir roboh di sebuah negeri sementara penduduknya enggan menjamu mereka (QS. Al-Kahf [18]: 77).
Nabi Musa kemudian tidak sabaran atas semua tindakan tersebut, lalu di akhir pertemuan, Nabi Khidir menjelaskan alasan semuanya (QS. Al-Kahf [18]: 79-82). Kemudian nabi di ayat 82 pula, Nabi Khidir menutupnya dengan sebuah penjelasan:
"Aku tidak melakukan semuanya atas kemauanku (sendiri)."
Dengan Nabi Musa yang ingin belajar darinya, ia juga dikatakan maksum (terpelihara dari berbuat salah) meskipun tindakan-tindakannya tak biasa, dan ditutup oleh kalimat bahwa itu bukan berdasarkan kemauannya sendiri --- inilah yang kemudian menjadi alasan-alasan bahwa Khidir adalah seorang Nabi.
Itu adalah biografi singkat kemunculan Nabi Khidir. Sekarang, kita ke inti persoalan, apakah Nabi Khidir masih hidup?
Pertanyaan ini, sebenarnya bisa dijawab dengan satu dari ayat dari Al-Qur'an dan satu dari hadits, yang mana kedua hal ini menjadi semacam "pembatas" untuk masa hidupnya Nabi Khidir --- maupun manusia lainnya.
Ayat pertama dari surat Al-Anbiya ayat 34:
"Dan Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (wahai Muhammad). Maka, jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?"
Sudah jelas dikatakan: tidak ada manusia yang dijadikan abadi oleh Allah sebelum Nabi Muhammad. Kemudian, dari jalur hadits, ada sebuah riwayat bahwa Nabi bersabda:
"Tidaklah akan hidup sampai seratus tahun lagi orang-orang yang berada di muka bumi ini." (HR. Bukhari)
Itu dua hal yang menjadi pembatas soal hidup manusia, dan satu hal lagi, bahwa jika Nabi Khidir masih hidup, maka tentu ia akan datang dan berjihad bersama Nabi Muhammad, ini adalah jawaban dari Ibnu Taimiyyah, yang mana selaras dengan sebuah hadits:
"Demi Allah, andaikata Musa masih hidup, tentu ia akan mengikuti aku." (HR. Ahmad)
Dalam Fatawa Qardhawi, dikatakan bahwa tidaklah adil pendapat yang mengatakan Nabi Khidir masih hidup, sementara ada dalil-dalil dari Al-Qur'an, sunah, akal dan ijma para ulama dari umat ini bahwa Al-Khidir telah tiada.
Saya pernah menonton sesi tanya-jawab dalam sebuah kajian Ust. Abdul Somad, ketika beliau ditanya tentang Nabi Khidir apakah masih hidup atau sudah mati, beliau mengatakan lebih condong pada Imam Bukhari, yang mengatakan bahwa Nabi Khidir sudah meninggal.
Dengan demikian, maka dapat kita simpulkan bahwa Nabi Khidir sudah meninggal, ini sesuai pendapat ulama-ulama yang ahli dalam bidang tafsir, ushul maupun hadits. Adapun yang menyatakan bahwa Nabi Khidir masih hidup, berasal dari kalangan tasawuf, dan keyakinan ini tidak muncul dengan sendirinya, ada pengaruh dari tradisi-tradisi sebelum Islam.
Misalnya, tokoh Elia dalam tradisi Yahudi, yang dikisahkan dalam Kitab 2 Raja-Raja, beliau diangkat ke langit dalam keadaan masih hidup dan tidak melalui proses kematian. Dalam tradisi Yahudi, Elia dianggap hadir dalam kegiatan penting, misalnya perayaan Paskah Yahudi untuk memberikan berkat.
Mirip dengan Nabi Khidir yang diyakini juga bisa datang ke berbagai macam kegiatan, seperti hadir dalam Haul atau dalam Kanzus Sholawat untuk memberikan berkah, meskipun dalam konteks Paskah dan Haul itu tidak sama, akan tetapi pengaruh cara pandang ini menyebabkan hasil yang mirip.
Ini diperkuat oleh Bernard Lewis dalam bukunya The Middle East and West, disana ia menjelaskan bahwa Khidir sebagai "pembimbing abadi" memiliki paralel yang kuat dengan Elia.
Dan pengaruh-pengaruh lain, misalnya, Epik Gilgamesh dalam tradisi Mesopotamia, atau Haurvatat dalam tradisi Persia. Mungkin kita pisahkan saja di artikel lain untuk membahas soal ini.
Pada kesimpulannya, pendapat bahwa Nabi Khidir sudah meninggal jauh lebih kuat daripada sebaliknya, karena memang didukung dari ayat Al-Qur'an, hadits, dan pendapat-pendapat ulama yang punya kompetensi dalam hal ini.
Sebagai muslim yang baik, keyakinan yang didasarkan pada referensi dan dalil yang jelas adalah hal yang utama, agar jalan spiritual kita tetap lurus dan berada dalam koridor yang benar.