Harapan Istana agar wakil rakyat menyetujui calon tunggal Jokowi untuk orang nomor satu di Korps Bhayangkara tampaknya akan mulus.
Apalagi nama Listyo masuk dalam daftar dari lima calon yang diusung Kompolnas. Jokowi tidak memilih dari nama di luar yang dicalonkan lembaga kepolisian nasional tersebut.
Seiring dan sejalan dengan usulan Kompolnas  membuat pilihan Jokowi dinilai sudah menyerap aspirasi dari institusi yang langsung di bawah komando presiden tersebut.
Sebagaimana diketahui sejak era reformasi, kepolisian telah memisah dari TNI. Tepatnya di era Presiden Megawati Soekarnoputri, Polri bertanggungjawab kepada presiden.
Paradigma Polri berubah menjadi institusi sipil penegak hukum profesional. Bukan lagi sebagai angkatan perang sebagaimana era sebelumnya yaitu masuk dalam angkatan bersenjata alias (ABRI).
Di era Presiden Joko Widodo penunjukan Listyo merupakan fenomena baru. Ini yang membedakan dengan penunjukan kepada tiga Kapolri sebelumnya. Jenderal Tito Karnavian, Pjs Kapolri Komjen Pol Ari Dono, dan Jenderal Idham Azis.
Listyo melompati dua angkatan di atasnya yaitu alumni Akpol 1989 dan 1990. Alumnus Akpol 1991 yang kini berusia 51 tahun akan mempunyai rentang masa jabatan cukup panjang sebelum memasuki  pensiun di usia 58 tahun.
Artinya dalam rentang 4 tahun ke depan, Listyo akan menjadi tangan kanan Jokowi di kepolisian. Bahkan, bila prestasinya cemerlang bisa berlanjut hingga presiden berikut. Tentu saja, tetap tergantung kepada presiden pengganti Jokowi.
Selain meloncati dua angkatan seniornya, Listyo juga memiliki kedekatan personal dengan Jokowi. Itu yang membedakan dengan empat kandidat lain yang dicalonkan Kompolnas.
Saat menjabat Kapolresta Solo, Listyo mengenal Jokowi yang menjabat Walikota Solo. Kasus besar yang ditangani Listyo saat itu, penanganan bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo, pada 25 September 2011.
Selain Sigit ada dua jenderal lain yang bersinggungan dengan Jokowi. Ketiganya kemudian mendapat predikat 'geng solo'. Irjen Nana Sujana dipromosikan sebagai Kapolda Metro Jaya meskii dicopot karena kasus kerumunan Rizieq Shihab. Kemudian Irjen Ahmad Luthfi sebagai Kapolda Jateng walaupun bukan alumnus Akpol.
Keberuntungan memang lekat pada Listyo. Seiring Jokowi masuk Istana, Listyo ditarik menjadi ajudan Jokowi, sebelum dipromosikan menjadi Kapolda Banten, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Kabareskrim, hingga kini calon tunggal Kapolri.
Jika terpilih, Listyo akan meneruskan tradisi ajudan presiden kemudian menjadi Kapolri. Catatan menunjukkan Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto adalah mantan ajudan Soeharto yang kemudian dipilih SBY. Presiden kelima RI itu juga memilih ajudan Presiden Gus Dur, Jenderal (Purn) Sutarman sebagai Kapolri.
Namun, tentu kekhasan ada pada Listyo. Ia akan menjabat Kapolri. setelah menjadi ajudan untuk presiden yang sama. Itu juga menunjukkan karir yang meroket. Hanya sejak 2014, Listyo berhasil  meraih bintang empat di pundak. Sebagian besar karir  polisi mentok di tiga melati di pundak alias Kombes.
Pemilihan Listyo merupakan pengulangan dari keputusan memilih Panglima TNI Hadi Tjahjanto. Perwira TNI AU angkatan 1986. Ia juga mengenal dekat Jokowi saat menjabat Walikota Solo. Saat itu posisi Hadi adalah Komandan Lanud Adi Soemarmo, Solo, periode 2010-2011.
Hadi juga diajak Jokowi masuk Istana sebagai Sekretaris Militer (Sesmil) Presiden pada 2015 membuatnya menjadi bintang dua atau marsekal muda (marsda). Ia naik dua kali promosi hingga menjadi KSAU pada 18 Januari 2017 selanjutnya Panglima TNI pada 8 Desember 2017 menggantikan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Kedekatan itu menjadi bagian tak terpisahkan dari penilaian Jokowi untuk mempercayakan posisi tertinggi baik di Polri atau pun TNI. Tentu ini sah-sah saja, karena presiden memiliki kewenangan untuk itu.
Memang kemudian ada yang menariknya dalam ranah politik. Khusus Listyo bahkan ditarik dalam urusan mayoritas dan minoritas. Penunjukan Listyo menunjukkan Jokowi tidak gamang dengan tekanan. Apalagi yang menyebutkan bahwa Polri tengah berjarak dengan umat mayoritas.
Justru di tengah kondisi yang begitu masalah, Presiden membutuhkan orang yang bisa dipercaya. Loyalitas dan kedekatan itu menjadi salah satu penjamin Jokowi bahwa kepolisian masih di bawah kontrolnya.
Inilah keuntungan baik Hadi atau pun Listyo mengenal Jokowi lebih dulu dari sejawatnya. Pertemuan itu tentu bukan kehendak mereka. Alam alias takdir yang mempertemukan mereka. Namun, tidak berarti keduanya tanpa kemampuan. Prestasi dalam karir dan ditambah faktor kedekatan mengantarkan menuju puncak jabatan. Selamat.