Wanita kelahiran 7 Maret 1974 itu mengatakan ada insiden pesawat. "Ada lambang warna merahnya ada juga warna biru. Yang biru insidennya tidak terlalu berat. Tapi yang berwarna merah bermasalah dan ada korban jiwa," katanya sebagaimana dikutip dari kanal Youtube Myou Entertainment.
Ia mengatakan hal itu terjadi di pertengahan antara ia bicara pada November 2020 hingga  bulan Juli 2021. "Tapi apa yang saya sebutkan yang kejelekan itu semua tak ingin kejadian terjadi," katanya.
Satu lagi musibah yang ia ramalkan yaitu tabrakan kapal laut dan banyak korban jiwa dan ada satu tokoh di insiden tersebut. Kapal tenggelam dan terbakar hebat. Peristiwa terjadi sebelum bulan November.
Banyak orang kemudian mengaitkan musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jurusan Jakarta-Pontianak, Sabtu (7/1/2020). Tubuh pesawat maskapai Sriwijaya Air memang dicat dengan dominasi warna biru dan merah.
Namun, pesawat seperti Lion Air juga ada warna tulisan merah dan logo merah di ekor pesawat. Sedangkan maskapai Garuda Indonesia berwarna Biru. Itulah dominasi maskapai penerbangan utama di Tanah Air. Ada pula City Link yang berwarna hijau. Namun ada pula Batavia Air yang didominasi warna biru.
Bangsa Indonesia berlatar agraris memang tidak bisa dipisahkan dengan dunia ramalan. Bahkan masyarakat Jawa sudah mulai mengenal ramalan. Setidaknya itu tercermin dari ramalan melegenda dari Sri Aji Joyoboyo yang hidup di abad XI, hampir 1.000 tahun lalu.
Petuahnya yang diabadikan dalam manuskrip Jongko Joyoboyo oleh pujangga Keraton Surakarta Raden Ngabehi Ronggowarsito di antara tahun 1802 sebelum  meninggal 1873.
Ramalan Joyoboyo (Jayabaya) yang dihidupkan Ronggowarsito terus dipelihara dalam berbagai bentuk petuah yang mendasari filosofi kesenian tradisional seperti wayang, ketroprak, dll.
Misalnya saja petuah Joyoboyo: Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram (Banyak barang haram, banyak anak haram). Kalimat tersebut sebagai bagian dari pertanda ketika zaman sudah edan dalam masa kalabendu.
"Amenangi zaman edan, nak ora melu edan ora keduman (Memasuki zaman gila, kalau tak ikut-ikutan gila tak akan kebagian)".
Orang pun dihadapkan pada impian kehidupan yang lebih baik dengan adanya ramalan akan datangnya satrio piningit yang merupakan sang ratu adil. Ia diyakini akan memberi harapan kepada masyarakat di tengah ketidakpastian hidup dalam kehidupan serba edan.
Seperti halnya ketika Indonesia dijajah Jepang. Dituliskan dalam ramalan Joyoboyo, Â bahwa akan tiba penjajah bertubuh pendek, berkulit kuning, namun hanya hanya seumur jagung. Itu menunjukkan sosok bangsa Jepang dan memang menjajah hanya 3,5 tahun personifikasi jagung yang dipanen setelah ditanam 3 bulanan.
Kemudian dikaitkan dengan akan datangnya satrio piningat atau ratu adil. Ir. Soekarno dengan pintarnya merangkai itu dalam pidato pembelaannya yang dikenal dengan tajuk 'Indonesai Menggugat'.
Pledoi Soekarno yang kemudian kita kenal sebagai Proklamator RI tersebut mempresentasikan kekelaman dalam zaman penjajahan Belanda dan impian akan datangnya pembebas sang ratu adil.
"Kenapa orang orang hindia belanda(Indonesia) masih menunggu ratu adil? Kenapa hingga saat ini Jayabaya membangkitkan harapan rakyat? Tidak ada alasan lain selain karena rakyat menangis menunggu dengan yakin demi keselamatan mereka," kata Soekarno dalam usia 29 tahun, saat itu.
Sosok Satrio Piningit yang menjadi ratu adil yang akan turun di tanah Jawa itu kemudian banyak diidentikkan dengan Soekarno.
Apakah Soekarno menjadi Ratu Adil hingga akhir masa memimpin Indonesia? Di tengah ontran-ontran sosial politik 1965, orang kemudian berharap pada sosok baru Soeharto.
Pertanyaan kembali ditujukan kepada Soeharto hingga akhir 1988. Orang terus berharap mengenai Ratu Adil itu hingga Jokowi saat ini.
Begitulah ramalan. Baik ramalan buruk seperti musibah ataupun ramalan akan harapan kehidupan lebih baik seperti akan datangnya sosok Satrio Piningit yang akan menjadi ratu adil.
Satu-satunya yang ditekankan dalam setiap ramalan itu adalah kewaspadaan, kehati-hatian, tetapi juga harapan. Jika dikaitkan dengan musibah seperti ramalan Mbak You merupakan peringatan untuk senantiasa lebih waspada dan selalu hati-hati dalam segala hal.
Kita belum tahu apa penyebab musibah jatuhnya Sriwijaya Air yang berwarna cat biru dan merah itu, yang hilang kontak 4 menit setelah lepas landas dan dinyatakan jatuh di Kepulauan Seribu.
Pesawat tipe Boeng 737-500 produk 1984 dengan panjang 31 meter itu mengangkut 62 penumpang termasuk kru.
Usia pesawat yang memasuki 26 tahun dinilai banyak ahli tidak terkait dengan kemungkinan sebagai penyebab jatuh. Demikian pula dengan kemungkinan mesin pesawat mati. Jika mesin mati masih memungkinkan untuk melayang dan dikendalikan untuk mendarat darurat.
Namun, dengan tidak adanya panggilan darurat atau may day call kemungkinan insiden terjadinya musibah sangat cepat sehingga pilot tidak bisa berbuat apa pun.
Memang penurunan ketinggian pesawat dari 10.900 feet ke 250 feet hanya dalam 21 detik. Begitu cepatnya karena berarti 154.57 m/dtk atau 556,457 km/jam. Bandingkan mobil Formula I kecepatan tertinggi yang pernah ditorehkan adalah 360 km/jam.
Kita masih menunggu hasil investasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengenai penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air.
Apakah kemudian harus takut terbang dengan pesawat biru-merah? Tidak perlu takut. Bukankah semua takdir ada pada Yang Maha Kuasa. Bahkan, percaya ramalan itu berdosa? Tetaplah waspada dan hati-hati tetapi juga penuh pengharapan...