Mohon tunggu...
KOMENTAR
Beauty Pilihan

Belanja Cabo Ngeri-ngeri Sedap

28 November 2020   12:53 Diperbarui: 29 November 2020   09:37 710 5
Beruntung selama pandemi mewabah bos yang punya kantor di kawasan Menteng, Jakarta Pusat meminta buruh-buruh termasuk saya kerja dari rumah. Akhirnya sejak Maret, saya putuskan pulang ke kampung di wilayah Sulawesi Utara.  

Bekerja dari kampung nyaman juga. Apalagi, jaringan internet prima sehingga komunikasi dengan atasan-atasan di kantor lancar. Bekerja dari kampung memberi keleluasaan juga untuk jalan-jalan.

Ketika mal-mal di Kota Manado masih tutup. Jalan-jalan ke tempat wisata terbuka luas. Tanpa terkecuali ke pasar. Satu yang menarik yaitu mengunjungi Pasar Ekstrim Tomohon di Kota Tomohon, sekitar setengah jam dari pusat Kota Manado.

Selain sekalian wisata alam pegunungan yang sejuk, mengunjungi Pasar Tomohon akan menemukan barang jualan yang ekstrim. Bagi orang luar daerah, memang aneh mendapati komoditas yang diperdagangkan di pasar tersebut.

Banyak orang mengenal pasar ini karena jualan aneka satwa liar untuk konsumsi pangan.  Pasar ini mendapat julukan pasar ekstrim. Kita bisa menemukan ular sawah sebesar paha, tikus hutan, babi hutan, kelelawar, biawak, monyet, kucing, anjing, babi.

Konon di Wuhan, Tiongkok, asal muasal virus Corona juga memperdagangkan komoditas mirip Pasar Tomohon. Namun,  toh tidak menyurutkan pembeli. Pasar Tomohon, khususnya, penjualan daging dari hewan liar itu tetap ramai.

Selain komoditas untuk konsumsi yang aneh. Pasar ini juga terkenal dengan penjualan pakaian bekas. Ada satu bagian dari pasar ini khusus menjual pakaian bekas pakai alias cabo.

Kalau di Betawi istilah cabo kurang sedap karena mengalami perubahan makna sebagai, maaf, pelacur meskipun arti kata aslinya bahasa Hookian mengartikan sebagai  perempuan. Nah kalau orang Tomohon memaknai Cabo sebagai sebagai singkatan cakar bongkar. Pembeli harus mengaduk-aduk pakaian bekas sebelum memilih untuk dibeli.

Pakaian yang diperjualbelikan dari sepatu, celana, baju, jaket, bahkan hingga pakaian dalam. Barang-barang bekas pakai ini dijual variatif dari angka terendah Rp 5 ribu hingga Rp 150 ribu.

Menurut seorang pedagang, pakaian diimpor  seperti dari Malaysia, Tiongkok, dan Korea. Mereka belanja dari agen dengan harga per bal bisa mencapai Rp 5 juta. Tumpukan bekas itu kemudian dipilah-pilah dengan variasa harga.

Misalnya, jaket panjang dengan harga kisaran Rp 50 hingga Rp 100 ribu. Celana atau bawahan jeans antara Rp 30 sampai Rp 50 ribu. Kemeja antara Rp 20 hingga Rp 50 ribu.

Pembeli memburu pakaian second ini karena harga murah dan kadang mendapatkan pakaian bermerek, seperti Zara, Guess, Prada, dan berbagai mereka populer lainnya. Selain itu, pakaian yang dijual merupakan fashion yang lagi tren. Bukan pakaian lawas dalam arti ketinggalan mode. Bahkan, pernah terjadi pembeli mendapatkan uang won, asal Korea, terselip di kantung celana pakaian bekas.

Para penjual yang difasilitasi dalam kios-kios terbuka itu, sebagian besar pedagang asal Gorontalo. Jarang warga asli Tomohon ikut menjajakan barang bekas itu. Tampaknya mereka lebih suka jadi pembeli.

Seorang pembeli mengatakan pakaian yang ia beli akan direndam air panas, sebelum dicuci untuk dipakai sehari-hari. Mereka mengakui was-was juga kalau virus corona dalam pakaian bekas itu. Tapi, kesenangan belanja pakaian mengubur ketakutan tersebut.

Khusus cabo, di awal pandemi memang sengaja ditutup. Namun dalam beberapa bulan ini sudah kembali dibuka seiring keberanian alias kenekatan pembeli mencari pakaian bekas.

Pakaian cabo yang dijual bukanlah yang kumal. Sebagian besar bahkan masih tampak baru, alias dari pemakai pertama, mungkin hanya sekali langsung 'dibuang'. Berbagai tahap pengumpul hingga kemudian di kirim ke pelabuhan Bitung, sebelum sampai di Pasar Tomohon.

Satu hal yang perlu dicermati adalah kemungkinan pakaian ini mengandung bakteri dan virus. Pakaian-pakaian tersebut adalah bekas pakai yang tidak diketahui bagaimana kondisi kesehatan dari pemilik awal.

Selain aspek kesehatan dan perekonomian, sebenarnya pemerintah melarang impor pakaian bekas. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.

Pakaian impor bekas ini berdampak buruk terhadap industri dalam negeri. Harga jual pakaian bekas tidak mampu dikalahkan.

Catatan kepolisian dari Polres Tomohon bahkan pernah melakukan penindakan dengan menyita 21 karung pakaian bekas ilegal. Meski ada penindakan pencegahan pakaian bekas tetapi tidak menyurutkan aktivitas penjualan di Pasar Tomohon.

Bedanya, dulu pakaian masuk ke pasar dengan armada truk, kini pedagang menyiasati dengan mobil kecil bahkan mobil pribadi.

Pemerintah daerah pun, mungkin juga setengah hati bertindak. Hal itu tercermin dari masih tetap ada lapak-lapak penjualan pakaian bekas yang difasilitasi. Selain tentunya, itu memenuhi kebutuhan warga.

Di tengah pandemi seperti saat ini. Berburu pakaian bekas pakai memang bisa masuk kategori ngeri-ngeri sedap. Ngeri karena bisa menjadi wahana penularan penyakit, apalagi di tengah wabah virus Covid-19.

Sedapnya, berburu barang murah, syukur-syukur dapat pakaian bermerek. Bisa untuk mejeng lagi. Toh, setelah dipakai tak ada yang bergumam, dia ada pakai  baju cabo. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun