Swafoto Anies ini menjadi pembicaraan dalam tiga hari ini. Pendengung tagar yang gagal #2019gantipresiden pun ramai-ramai ikutan mejeng dengan buku masing-masing. Lihat misalnya Fadli Zon, Mardani Ali Sera, hingga Mustafa Nahrawardaya.
Kubu oposisi pemerintah khususnya kontra Jokowi ini seolah ingin menuding kondisi Indonesia saat ini seperti dipimpin Donald Trump di Amerika Serikat yang abai terhadap demokrasi. Mereka pesimistis terhadap demokrasi di bawah Jokowi.
Pamer buku mereka bagai menjadi antitesis dari ketegasan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman yang mencopot habis spanduk bergambar Rizieq shihab, yang saat ini menyusul penyisiran di berbagai daerah, tanpa baliho Rizieq.
Tentunya gegabah memberikan penilaian pemerintahan Jokowi sebagai otoriter karena adanya penangkapan misalnya aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), penyelidikan kerumunan Rizieq, hingga pencopotan baliho sang imam besar laskar FPI.
Penghasutan melalui media sosial layak disidik seperti yang terjadi pada para deklarator KAMI. Rizieq dengan kegiatan maulid dan pernikahan di tengah pandemi selain melanggar protokol kesehatan juga mengancam keselamatan  di tengah pandemi Covid-19. Spanduk liar Rizieq wajib diterbitkan TNI di tengah ketidakberdayaan Satpol PP.
Penegasan itu bukan sebagai degradasi dari demokrasi menuju suatu rezim kediktatoran. Justru sebagai upaya menjaga rambu agar kebebasan itu tidak membuat orang lain atau kelompok lain dalam ancaman. Pemerintah wajib menjaga keselamatan rakyat ketika melihat pejabat malah ikut nimbrung dalam kerumunan, misalnya.