Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Kontroversi Emmanuel Macron Bisa Selesai Lewat Dialog?

28 Oktober 2020   15:19 Diperbarui: 28 Oktober 2020   15:26 143 4
CENDEKIA politik Samuel P Huntington populer dengan analisis politik bahwa setelah berakhirnya Perang Dingin yang diwarnai runtuhnya ideologi komunis akan muncul fase konflik antara peradaban Barat dan non-Barat, serta antarperadaban non Barat.

Dalam bukunya The Clash of Civilization and the Remaking of World Order (1996), teridentifikasi sembilan peradaban kontemporer yaitu Barat, Cina (Tiongkok), Jepang, Amerika Latin, Afrika, Hindu, Islam, dan Kristen Otodoks.

Huntington menyebutkan benturan keras akan terjadi antara budaya Kristen Barat dan Islam. Tesis profesor di Universitas Harvard tersebut seolah mengasumsikan adanya agresi dan ancaman dari masyarakat Islam dan menunjukkan wajah kemarahan Islam.

Saat ini, ada yang mengaitkan teori tersebut dengan sikap Presiden Perancis Emmanuel Macron terhadap Islam. Macron muncul sebagai sosok yang dengan lantang mengatakan 'Islam adalah agama yang mengalami krisis di seluruh dunia'.

Sikap itu menyusul aksi penggal kepala terhadap guru di Perancis Samuel Paty karena membahas karikatur Nabi Muhammad SAW pada 16 Oktober 2020 lalu.  Keputusan Macron kemudian menutup masjid di Grande de Pantin, utara Paris yang tercatat memiliki 1.500 jemaah. Masjid ditutup selama enam bulan sejak 21 Oktober.

Tidak hanya itu, ia berencana membubarkan 50 asosiasi komunitas muslim. Mendeportasi 213 orang yang berpandangan ekstrim dan masuk daftar pantaun pemerintah. Saat insiden penggal kepala yang dilakukan remaja imigran asal Chehnya, pemerintah mengusir pria berdarah Maroko Abdelhakim Sefriuoi yang 15 tahun dalam pantauan badan intelijen.

Insiden itu kian meneguhkan Macron dalam menginisiasi suatu rancangan undang-undang yang diharapkan disahkan pada Desember 2020 mendatang untuk memperkuat beleid 1905 tentang pemisahan gereja (agama) dan negara.  Aturan tersebut kian membuat Perancis sebagai bangsa paling sekuler di mana nilai-nilai keagaman di sekolah dan publik terancam dihapus.

Itulah sebabnya, Macron meneguhkan sikapnya tentang kebebasan ekspresi. Dengan janji menjamin kesetaraan dan persaudaraan dalam kehidupan masyarakatnya. Namun, penilaian terhadap Islam membuat luka meskipun di sisi lain ia berdalih menyuarakan kebebasan ekspresi.

Pernyataan Islam mengalami krisis telah direspon keras di pelbagai negara yang mayoritas berpenduduk beragama Islam termasuk di dalam negeri di mana agama Islam terbesar kedua. Di luar negeri, Presiden Turki Tayyip Erdogen paling keras menentang dengan mempertanyakan kesehatan mental Macron.

"Apa masalah orang bernama Macron ini dengan Islam dan Muslim? Apa lagi yang bisa dikatakan kepada kepala negara yang tidak memahami kebebasan berkeyakinan dan yang berperilaku seperti ini kepada jutaan orang yang tinggal di negaranya yang merupakan anggota dari agama yang berbeda?," ujar Erdogan yang kini menjadi simbol pemimpin Islam usai mengubah fungsi Hagia Sophia dari museum kembali sebagai masjid.

Gelombang kecaman Macron membahana lewat pernyataan resmi seperti disampaikan di Bangladesh, juga pemerintah  Malaysia termasuk di Indonesia. Di Bangladesh Partai Islam Andolan mengerahkan pengikutnya yang diklaim 40 ribu turun ke jalan. Mereka menyeru 'boikot produk Perancis'.

Sang pemimpin Ataur Rahman mengatakan Macron adalah pemimpin pemuja setan. Ia pun mendesak pengusiran duta besar Perancis sambil membakar patung buatan bergambar Macron.

Kemarahan tersebut merupakan rentetan dari akumulasi sikap terhina atas pemuatan karikatur Nabi Muhammad yang disakralkan dan dilarang untuk digambarkan dalam bentuk apapun. Luka atas kasus karikatur Nabi Muhammad SAW di sampul majalah Charlei Hebdo yang telah terjadi bertahun-tahun lalu ikut kembali menganga.

Kelompok kecil yang kemudian dicap sebagai radikal telah mengeksekusi dua belas orang redaksi majalah sehingga tewas dalam satu serangan di kantor majalah tersebut di Paris, Pada Januari 2015. Bahkan, para kartunis majalah itu mengklaim sudah menjadi target pembunuhan setelah memuat 12 kartun Nabi Muhammad yang diterbitkan harian Denmark Jyllands-Posten sejak 2006 lalu.

Berkaca pada kondisi di atas apakah sudah bisa menjadi bukti analisis mendiang Huntington adanya konflik peradaban? Ketika adanya pembelaan atas dalih kebebasan ekspresi sebagai bagian budaya Barat kemudian berbenturan dengan sesuatu yang sakral dalam suatu agama, atau peradaban Islam.

Saat terjadi pemboman WTC 11 September 2001 pemerintah Amerika Serikat menolak dalil Huntington. Serangan menggunakan pesawat penumpang yang menewaskan 3 ribu jiwa itu diyakini sebagai serangan militan lokal bukan mewakili peradaban Islam.

Hal itu sejalan dengan pemikiran bahwa tidak semua komunitas muslim, tentunya dengan peradaban Islamnya, memberikan tanggapan kepada Barat dengan fundamentalismenya. Seperti disampaikan ilmuwan Islam seperti Seyyed Hossein Nasr yang memilah gerakan Islam dalam empat kategori fundamentalisme, modernisme, mahdiisme, dan tradisionalisme.

Apalagi sebenarnya peradaban telah terdiferensiasi oleh sejarah, bahasa, budaya, tradisi, dan yang lebih penting lagi, agama. Itu sebabnya perbedaan budaya kurang bisa menyatu dibanding perbedaan politik dan ekonomi yang lebih bersifat terbuka.

Demikian pula orang mungkin bisa menjadi separuh Perancis - separuh Arab. Namun, tidak mungkin akan menjadi setengah Islam dan setengah Kristen.

Artinya bahwa dalam agama dan peradaban muncul tantangan besar dan kian berat di tengah interaksi masyarakat global. Satu-satunya cara adalah dialog sehingga perbedaan tidak melahirkan konflik. Tanpa dialog maka perbedaan peradaban akan melahirkan konflik yang berujung pada kekerasan. Semoga.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun