Di negara kita, mempunyai pengalaman yang sama kala Soeharto akhirnya bisa dilengserkan. Usaha untuk melakukannya telah dirintis sejak lama dengan berbagai macam cara namun krisis finansial lah yang menjadi 'senjata mematikan' bagi  presiden kedua RI tsb. Ketertarikan dan keikutsertaan rakyat banyak dalam melengserkan presiden yang paling lama berkuasa tsb disebabkan oleh semakin susahnya kehidupan mereka sehari-hari. Apapun bisa akan dilakukan dan terjadi bila rasa lapar dan haus melanda.
Ada fenomena yang telah lama mencuat di masyarakat yang kontradiktif antara keyakinan dan kenyataan. Kebebasan finansial seakan menjadi dambaan walaupun musti melepas idealisme bahkan moral dan iman sekalipun. Kebanyakan, lebih suka melanggar norma dan hukum dibanding menahan rasa lapar dan haus. Bahkan dalam tingkat tertentu, mereka melakukan pelanggaran tsb demi gaya hidup dalam kehidupannya.
Bagaimana hubungannya dengan kehidupan sepakbola di Indonesia? Adakah kaitannya sesuai dengan konteks permasalahan?
Kini, Banyak klub di liga IPL tengah mengalami krisis finansial. Gaji pemain dan pengurus tertunda selama berbulan-bulan. Konsorsium sebagai lembaga penyedia dana klub-klub IPL tsb sesuai dengan kontrak dan perjanjian yang tertulis menjadi sorotan dan diminta pertanggung jawabannya. Namun, PSSI sebagai federasi yang menaungi dan mengawal kehidupan liga tsb tidak boleh menutup mata, merekalah sebenarnya pemilik mayoritas tanggungjawab. Ketua dan pengurus harus bisa mencari jalan keluar agar masalah tersebut tidak berlarut-larut dan terus merugikan para pemain dan pengurus.
Bila krisis ini bisa diatasi, kita bisa bernafas lega melihat sebuah kenyataan bahwa profesionalitas dan kapabilitas sebuah organisasi yang dijalankan oleh para pejabat dibawah komanda Djohar Arifin telah teruji. Namun bila tidak, apa yang terjadi pada para pemimpin seperti uraian diatas bisa saja menimpa Djohar Arifin.
Sumber: http://internasional.kompas.com/read/2012/05/06/13154772/Pemimpin.Eropa.Berjatuhan.karena.Krisis.Ekonomi