.
.
Di luar konteks Buddha sebagai seorang tantidhara (penerus tradisi Samasambuddha sebelumnya) yang memiliki kemampuan berbahasa/berkomunikasi dengan bahasa apapun (mla-bhs) termasuk non-manusia (dewa, peta, asura, binatang), Buddha dengan tubuh temporalnya juga memiliki ortography dan kapasitas linguistik yang sama dengan manusia biasa pada umumnya. Kapasitas inilah yang membuat Buddha dapat berbicara dengan manusia biasa dari suku, ras, intelektual, latar belakang, kerajaan dan kasta apapun saat itu.
.
.
Secara historis, Buddha membesut ajaran-Nya melalui metode tradisi lisan bukan tulisan, oleh karena itu perspektif harus diarahkan pada konteks bahasa lisan bukan bahasa tertulis. Kompilasi ajaran Buddha dalam bentuk tulis terjadi setelah Buddha tutup usia dengan pendekatan transkripsi oleh siswa-siswanya ke dalam kodifikasi bahasa yang dipakai saat itu. Perbedaan interpretasi tentang perkembangan Buddhisme Awal ini sering menyebabkan kanalisasi, sikap intoleran, diskriminasi, sekterianisme bahkan perpecahan intern umat beragama Buddha. Apakah sikap seperti ini yang diharapkan dari berlatih praktek Dhamma? Tentu TIDAK.
.
.
Kondisi Latar Bahasa: