Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Negeri yang 'Kehilangan' Identitas Dirinya

5 September 2012   12:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:53 142 0
Saya miris menyaksikan reaksi sebagian dari saudara sebangsa.  Beberapa tahun lalu, waktu sederet peristiwa penganiayaan PRT di Saudi Arabia terekspos ke permukaan, sebagian saudara sebangsa di Indonesia malah berdemo membela negara yang nun jauh di sana, yang tidak memiliki keeratan hubungan selain relasi diplomatik antar bangsa saja.  Alasan gerakan simpatik para pendemo itu: mereka sesama saudara seiman.

Baru sekitar  satu dekade berlalu sejak itu,  saya harus tercengang dan menonton dengan kengerian & keprihatinan mendalam atas penganiayaan yang dialami warga Ahmadiyah.  Penyerangan dan penganiayaan yang mengingatkan saya pada film pemberontakan PKI yang dulu diwajibkan untuk ditonton pada masa Soeharto.  Serangan atas warga Ahmadiyah tidak jauh berbeda kejamnya dengan tindakan PKI yang ditayangkan film itu.

Belum selesai penderitaan kaum Ahmadiyah, sekarang warga Sampang yang menderita.  Itu juga dilakukan atas nama membela keyakinan agama.   Sepengetahuan saya, baik warga Ahmadiyah maupun kaum Syiah Sampang adalah saudara sebangsa kita, orang-orang Indonesia.  Kesalahan kaum Ahmadiyah dan warga Sampang adalah perbedaan keyakinan yang sudah mereka anut sejak puluhan, bahkan ratusan tahun ketika nenek moyang mereka sudah mendiami negeri Indonesia ini.

Kini, setelah puluhan tahun memeluk keyakinan mereka sendiri tanpa dipermasalahkan, tiba-tiba itu menjadi masalah yang 'besar' di mata sebagian orang di negeri ini.  Dan setahu saya, keyakinan Ahmadiyah maupun kaum  Syiah Sampang bukanlah keyakinan yang dulu diam-diam dianut, lalu baru tersingkap belakangan ini.  Mereka memeluk keyakinan mereka secara terbuka. dan hidup dengan damai di tengah masyarakat.

Sejauh ini saya belum pernah mendengar bahwa orang Ahmadiyah korupsi atau mengedarkan narkoba--jenis kejahatan yang ekstra ordinari.  Juga warga Syiah Sampang.  Namun mereka diserang begitu rupa, sedangkan para koruptor kelas kakap yang begitu merugikan bangsa ini tidak pernah di'sentuh' oleh kalangan penyerang itu.

Dalam agama saya sendiri, Kristen, ada kelompok-kelompok sekte yang bidat.  Dan mereka, sebagaimana warga negara Indonesia yang lain, berdiam dan tinggal bersama kami di negeri ini.  Tapi kami belum pernah, bahkan terpikirkan tidak, untuk menyerang para bidat Kristen itu.  Sebab masalah kebenaran teologi tidak bisa diperjuangkan dan tidaklah mungkin membenarkan tindakan kriminal--seperti melakukan pengrusakan dan penganiayaan, bahkan pembunuhan.

Negeri ini sudah begitu rupa 'kehilangan' identitas dirinya.  Bingung dengan yang mana yang perlu dibela, yang mana yang tidak boleh dianiaya.

Menurut saya--yang coba menalar soal kebangsaan dengan sejernih yang saya mampu--yang perlu kita bela adalah bangsa kita sendiri, sebagai kesatuan utama yang memayungi keragaman suku, ras dan agama yang diakui pemerintah.  Yang butuh kita bela adalah setiap korban dari berbagai bentuk penindasan dan penganiayaan;  mulai dari para TKW/TKI yang dianiaya di negeri-negeri seberang sampai warga Indonesia yang berbeda keyakinan dan yang telah hidup lama dengan damai di negeri ini.  Kalau hanya 'berani' bertangan keras pada kaum minoritas, apa bedanya kita dengan para preman yang bermental 'jagoan kandang'?  Dan tentu saja, tidak pernah ada kebenaran didirikan dengan menganiaya sesama manusia.  Sebab penganiayaan tanpa dasar normatif yang kuat adalah pengingkaran dan pemerkosaan terhadap nilai-nilai kebenaran--entah nilai kebenaran dari hukum sampai agama.

Saya dengan pedih harus setuju dengan ujaran seorang dalang dan seniman di sebuah acara televisi: "Aku tidak lagi bisa merasa bangga menjadi anak bangsa ini ... "  Ya, bagaimana bisa tidak kehilangan kebanggaan atas negeri ini, kalau  kelompok pemimpin negeri yang gemar berwacana dan lebih sibuk dengan kepentingan saku dan jabatan politis mereka.  Ditambah lagi dengan adanya  sekelompok orang beratas nama agama yang kerap berperilaku seperti teroris terhadap sesama warga Indonesia--meski dilakukan secara 'sah' dan dibiarkan oleh aparat penegak hukum.

Duh, Indonesia tercinta ... duh, para TKI dan warga Ahmadiyah serta Syiah Sampang ...  kalian adalah saudara sebangsa kami.  Dan kami gagal, baik dengan kebisuan kami maupun dengan primordialisme anarkis sesama warga Indonesia, untuk mampu bersaudara sebangsa dengan kalian.  Tapi Tuhan Sang Sumber Kebenaran Sejati bukanlah Allah yang buta.  Dia yang Mahamelihat lagi Mahamengetahui lah kiranya yang akan tampil menjadi Pembela kalian.  Pada tangan belas kasihan-Nya kiranya kalian beroleh pembelaan dan pertolongan--sebab kaum bermandat yang berkewajiban membela dan membantu kalian sudah terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri.  Dan semangat demonik berkedok religiusitas terlalu bergentayangan untuk bisa dibendung lagi ...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun