Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Perempuan dari Malmedy 25: Sayatan di Kulit Tubuh Cantik

9 Maret 2012   12:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:18 268 1

EPISODE 24 : MUMMY PEREMPUAN DI RUANG KEDAP bisa dibaca di sini

EPISODE 25: SAYATAN DI KULIT TUBUH CANTIK

Perlahan-lahan Karin membuka kelopak mata. Bukan disengaja. Tapi terasa ada bias cahaya yang mengiris wajah. Cahaya terang itulah yang membuatnya tergeragap. Ia segera terjaga dari tidurnya. Sekarang, tinggal seperempat jam dari waktu yang diberikan oleh Smallstone. Seperempat jam lagi percobaan Smallstone dimulai; saat jam Kalugatii harus diserahkan.

Ia mengoyang-goyang Pitra. Pitra terbangun seketika, diikuti Zaldy.

”Terang sekali. Darimana asalnya cahaya ini?” Pitra menutup kedua mata dengan tangan.

”Salah satu dinding ini terbuka, yang sebelah kanan,” ujar karin. Ia juga masih menyipitkan mata untuk menyesuaikan diri dengan cahaya yang lebih terang daripada cahaya temaram dalam ruang bawah tanah itu.

”Berarti kita bebas?’ tanya Zaldy.

”Bukan bebas. Tapi tiba saatnya menyerahkan jarum itu kepada Smallstone. Kenapa kita tidur terlalu lama,” Pitra melirik arloji. Bersamaan dengan itu, Ruud, Fred dan Karl muncul di dinding yang terbuka lebar itu. Senyum Ruud mengembang seperti biasa.

”Well, teman-teman. Saya senang kalian kelihatan segar dan sehat. Betul kata orang bijak, tidur yang cukup bisa mengembalikan kekuatan dan akal sehat,” Ruud melangkah maju, dengan senyum mengejek. Wajah Karin menampakkan geram luar biasa.

”Dengar, banci! Aku memang baru tidur lama. Tapi satu hal, dalam benakku, aku tetap muak nonton mukamu!” semprot Karin. Ruud tersenyum tanpa menengok Karin. Gadis itu melotot. Rautnya benar-benar digerayangi emosi.

”Keep Calm, Karin!Tenang dan kendalikan emosimu, Ok?” Pitra mengingatkan.

”Tenang,katamu! Sebentar lagi jarum Kalugatii berpindah ke tangan mereka. Dan aku yakin eksperimen ini tak akan berhasil, meski jarum Kalugatii sudah berada di tangan Smallstone. Tidak akan! Jadi apa gunanya kita menurut saja seperti kambing budeg digiring ke sana kemari?” Karin tetap sewot. Matanya benar-benar menyorotkan rasa jengkel.

Bersamaan dengan itu, secepat kilat ia menerjang Ruud dari belakang. Ruud yang tak menduga bakal dapat serangan mendadak dari gadis itu tersungkur ke depan. Dagunya menghantam lantai. Freed dan Karl bertindak sigap.

”Ayo, tunggu apa lagi? Lebih baik kita penyok daripada menyerahkan jarum itu begitu saja,” Karin memasang kuda-kuda dan siap menanti Fred dan Karl.

”Stop, Fred! Kau tak bisa begitu saja menyerang wanita,” teriak Pitra. Tapi Fred maju tanpa mendengar Pitra.

”Nah, begitu!” Karin melayangkan tinju menyambut Fred. Tapi dengan mudah Fred menangkap tinju Karin. Dan seperti yang sudah diduga, Fred tanpa segan-segan menyiapkan tinju kiri untuk menghajar gadis itu.

”Fred! Kalau berani-berani kau pukul gadis itu, akan kuhajar kau!” gelegar Pitra. Tapi gelegar itudisambung pula oleh ayunan genggaman kiri Fred yang melayang menghantam rahang Karin. Karin terjengkang ke belakang. Suara mengaduhnya lumayan melengking.

”Astaga, kau benar-benar menghajarnya!” Pitra melompat menerjang Fred dengan sebuah hantaman di tengkuk Fred. Pemuda yang bertubuh lebih besar ini terhuyung sedikit. Tapi, sebelum Pitra beraksi lebih jauh, ia merasakan kepala bagian kanan seperti dihantam palu godam.

Zaldy marah besar melihat Pitra dibokong dari belakang oleh Karl. Sigap Zaldy bergerak menahan jas Karl yang bersiap menghajar Pitra lebih jauh. Dengan dua tangan mengunci leher Karl, Zaldy menggelendotkan tubuh kebelakang. Terdengar suara Karl kesakitan. Tapi, sepertinya dengan mudah Karl dapat memuntir tangannya sendiri ke belakang dan menjemba iga Zaldy dengan cengkeraman keras. Jari jemari Karl seperti menerobos kulit iaga Zaldy. Pemuda itu berteriak kesakitan, sementara Pitra mendengar tamparan keras Ruud di pipi Karin.

Beberapa detik kemudian tahulah ia situasi tak akan menguntungkan apabila pertarungan tak dihentikan. Kekuatan sangat tak berimbang. Pada saat itu pula, ia melihat kelebat Titon di ruangan itu.

”Hentikan! Pertunjukkan akan segera dimulai,” teriak Titon tanpa menoleh Pitra.

”Kalian beruntung ada yang menghentikan pertarungan ini. Lain kali, kalau tak ada yang melerai, akan kubuat muka kalian benjol-benjol,”tutur Fred geram.

Sesaat kemudian, Ruud, Karl dan Fred menggiring Pitra, Karin dan Zaldy ke ruang lain lewat sebuah tangga beton mengikuti Titon. Ruud mencengkeram erat kedua belah tangan Karin di punggung bagian bawah. Ruud agaknya faham gadis ini mudah meledak setiap saat. Jadi, sebaiknya ia di lumpuhkan saja.

Dada Karin naik turun. Pitra tahu, hati gadis itu sedang panas dan gusar. Tapi sama sekali ia tak melihat sinar putus asa di bola matanya. Menakjubkan sekali gadis Malmedy ini.

***

Setelah melewati tangga beton yang terus naik dengan beberapa belokkan, mereka kemudian digiring melewati beberapa koridor panjang dan lorong-lorong benderang. Titon sudah tak tampak. Mungkin ia lenyap di balik pintu rahasia lain, yang tak cukup dilewati bertujuh.

Ruud melepaskan begitu saja cengkeramannya atas Karin dengan sebuah dorongan kasar yang membuat gadis itu nyaris terjengkang ke depan. Mereka kini sampai di ruang interferometer yang posisi pastinya sulit dikenali di ruang rahasia bawah kincir angin kuno ini.

kembali Pitra, Zldy dan Karin berdiri menghadap sepuluh lensa berbentuk kamera yang berjajar membentuk lingkaran mengarah ke sebuah meja perak di tengah ruangan. Sebuah lensa yang lebih panjang, yang mereka sebut lensa penembak itu, seperti berdiri jumawa diantara ke sepuluh lensa lain yang lebih pendek. Sementara layar putih berbingkai hitam yang menempel di atap, tampak berderang dikelilingi 30 buah lampu sorot yang menebarkan cahaya ke seluruh ruangan laboratorium lensa berukuran 25 x 25 meter.

Mata Pitra menyorot tegang ke arah pintu tatkala dari pintu di belakang lensa penembak itu satu persatu muncul anak buah Smallstone yang akan mengoperasikan ruang interferometer. Mereka bertiga masih bisa mengenal dengan baik wajah-wajah para ahli yang sudah berada di bawah bayang-bayang pengaruh Smallstone itu. Pitra ingat, yang pertama muncul adalah Sebastian Kelmer, ahli kimia asal Jerman itu. Ia mengenakan pakaian serba putih, mirip pakain kerja laboratorium. Kelmer kemudian disusul oleh Gerard Bergen, calon doktor teknologi komputer asal Belanda yang paling bertanggungjawab dalam urusan komputer percobaan Smallstone. Bergen langsung mengambil tempat di belakang satu dari tiga pesawat komputer itu dengan muka tegang. Satu pesawat komputer lain sudah mulai du kutak-kutik Kelmer.

Muka Pitra lebih tegang lagi manakala Titon datang mengandeng Riri di tangan kanannya. Gundah sekali Pitra melihat sorot mata Riri yang kuyu dan tak bersemangat, dalam kaus oblong putih dan celana jean biru yang tampak kotor.

Dominique Decallier, arkeolog asal Belgia itu datang belakangan. Ia masih perlente dan kelimis seperti yang sudah-sudah. Di tangan Dominique ada beberapa lembar kertas yang disatukan dalam sebuah map. Menurut Karin, Dominique-lah yang paling tahu segala sesuatu tentang Inrenanu.

Beberapa saat kemudian, Smallstone hadir di ruangan itu dengan gaya angkuh yang benar-benar bikin muak. Ia berjalan menuju Pitra dan kawan-kawan sambil sesekali melempar senyum.

”Saya sangat menyayangkan kekerasan demi kekerasan yang menimpa kalian. Itu sebetulnya tak perlu terjadi, bukan?” Smallstone berdiri persis di hadapan Karin. Ditatapnya dalam-dalam mata gadis itu.

”Kenapa begitu menggebu engkau menghalangi percobaanku atas jasad Inrenanu? Kau tak punya hak sama sekali,” Smallstone berbicara dengan tekanan nada datar. Karin tak beraksi. Ia hanya membalas tatapan mata Smallstone dengan sorot segarang singa.

”Dengar, Karin!Aku sudah tak sabar lagi,” Smallstone menyisingkan lengan baju untuk melihat arloji, ”Tinggal beberapa menit lagi. Suruh tuan Pitra ini menyerahkan jarum Kalugatii, dan silakan menikmati percobaan gemilang ini dengan tenang”

”Tidak!Tidak akan! Percobaanmu tak akan berhasil! Ini bisa membawa celaka!” Karin mundur beberapa langkah. Ruud datang menghadang langkah Karin. Susah payah Ruud membawa kembali Karin ke dekat Smallstone.

Sekali lagi Smallstone menatap Karin. Kali ini dengan sinar mata yang penuh kejengkelan.

”Nona, coba pandang mataku,” Smallstone berusaha meredam amarah. ”Aku beritikad baik. Sekali lagi aku meminta jarum Kalugatii dengan baik tanpa memaksa atau mencederaimu!”

”Persetan dengan bujuk rayumu. Sinar matamu menjijikkan!” semprot Karin, meronta dari cengkeraman Ruud. Dalam pikiran Pitra, gadis ini luar biasa bengal dan kukuh. Gerangan kakukuhan apa lagi yang bakal disuguhkan Karin?

”Baiklah,” Smallstone seperti mulai kehilangan kesabaran. tangan Smallstone mengisyaratkan agar Ruud menyeret Karin. Terseok-seok Karin menahan tubuh. Tapi dengan paksa Ruud menggiring Karin ke sebuah meja tidur berlapis metal di tengah ruangan. Pitra dan Zaldy hanya bisa meronta di tengah kawalan Fred dan Karl yang kini mendongakkan sepucuk pistol.

Tak sulit bagi Ruud untuk mengikat Karin di atas tempat tidur di tengah ruangan itu setelah terlebih dahulu melepas pakian atas Karin. Tali pengikat elektronik dililitkan di sektirar tubuh Karin agar ia tak berontak. Karin membuat serapah yang tak dipahami Pitra.

’Bergen! Program cahaya penyayat,” ujar Smallstone kemudian sambil melirik Gerard Bergen di meja komputer. Bergen mengganguk, dan tangannya terampil bermain di atas keyboards komputer. Bergen mengacungkan tangan tanda siap.

”Rekanku Bergen telah menyiapkan porgram cahaya penyayat. Nanti akan muncuk cahaya berwarna biru muda dari lensa penembak yang akan menyayat kulit cantik ini ampai habis. Rasa sakitnya bisa kau bandingkan dengan pisau silet yang mengiris permukaan kulitmu. Kau masih punya waktu untuk mengindari pedih tak terperikan ini kalau kau mau,” ujar Smallstone.

”Aku bilang persetan! Go to hell dengan alat-alat sombongmu ini. Kau tak lebih dari sekadar kecoak kakus tukang gertak. Sorot matamu tak akan bisa meruntuhkan aku. Kamu sudah kalah!” teriak Karin parau. ”Lakukan sekarang. Kau sudah bikin banyak kerepotan. Kau mengacaukan hidup teman-temanku. Aku bosan ancaman-ancamanmu!”

Smallstone lagi-lagi tersenyum. Pitra makin ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia ingin sekali mendorong rubuh lensa penyayat itu; setidaknya itulah yang bisa dilakukan saat ini. Tapi apakah mungkin bergerak mendekati lensa itu tanpa hadiah pelor panas dari Karl dan Fred?

”Smallstone pasti akan menyayat kulit cantik Karin. Kurang ajar betul,” bisik Zaldy di telinga Pitra. Pitra tak menimpali. Ia tengah sibuk mengikuti langkah-langkah Smallstone yang berjalan menuju sebuah tombol satu meter jauhnya dari lensa penembak itu. Lensa penembak yang telah diprogram untuk memancarkan cahaya penyayat tubuh kini sudah berada pada koordinat yang tepat untuk mencabik tubuh Karin. Tapi gadis itu tampak bergeming dan menatap Smallstone dengan sejuta amarah.

”Permintaanku yang terakhir,” kata Smallstone, ”Serahkan jarum Kalugatii padaku!”

”Keparat!” Karin meledakkan jawaban. Smallstone mengangguk, dan memberi isyarat pada Bergen. Ahli komputer ini menekan beberapa tombol dan mengangguk balik pada Smallstone.

”Apa boleh buat,” ujar Smallstone. Ruangan menjadi redup tiba-tiba. Tapi, lewat sinar kecil yang berada di dekat tombol itu, sekilas Pitra melihat telunjuk Smallstone menekan tombol hitam tak jauh dari lensa penembak.

Pijar cahaya dengan intensitas tinggi muncrat dari lensa itu dan langsung melabrak lengan kiri Karin. Bilah cahaya itu dengan kuatnya menerobos kulit bersih Karin di bagian kaki. Pitra dan Zaldy bisa merasakan sakit itu. Di sisi lain, Riri hanya bisa menatap dengan menggigit bibir.

”Well, sejauh ini apakah ada yang ingin kau sampaikan.nona?” tanya Smallstone, menyungging senyum kecil.

”Bangsat! Kau banyak omong!Ayo teruskan!” sambar karin di tengah erangan. Belum selesai Karin mengerang, suara Smallstone kembali meningkah.

”Bergen!Arahkan lensa ke lengan atas! Dan kemudian dada! Kita akan lihat apakah perempuan Malmedy ini benar-benar kukuh dengan pendiriannya,” perintah Smallstone. Bergen mengangguk. Kembali lensa memburaikan cahaya biru memijar. Kembali karin melengking keras, nyaris melolong.

Bulu kuduk Pitra meremang. Darahnya seperti terpompa sampai ubun-ubun. Dalam redup tadi ia sudah melihat guratan tebal dan dalam di lengan kiri bawah Karin lengkap dengan aroma kulit hangus terbakar hangus. Karin tampak menggelepar. Tapi matanya tak menunjukkan sorot surut, meski rasa sakit tengah mendera

(BERSAMBUNG KE SINI)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun