Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Novelet : Perempuan Yunani dan Guru Privat Bahasa Indonesia (4)

21 Oktober 2011   01:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:42 466 3

EPISODE 3 bisa dibacaDI SINI

“Oh ya, kenapa……….?” Aku pakai bahasa Indonesia. Eleni berpikir sejenak. Kelihatannya ia siap menjawab pakai bahasa Indonesia. Aku siap mendengarkan; bukan mendengarkan bahasa Indonesia-nya, tapi alasan kenapa ia senang bisa keluar seperti ini.

“Judul instrumentalia pertama pada musik keren yang saya putar waktu itu…I am an eagle without wings,” Eleni menoleh lagi padaku, kali ini dengan suara agar lirih.

An eagle without wings….seekor elang tanpa sayap!” ulangku. “Kenapa begitu, Eleni?”

“Yah, seekor elang harusnya terbang bebas….terbang tinggi kesana kemari”

“Lalu, kemana sayap-sayap itu?” tanyaku memberanikan diri.

“Kuserahkan semua pada Alexandrous," ujar Eleni. Bagi perempuan Yunani penyerahan diri secara total pada lelaki yang dicintai adalah kehormatan. Saya sangat mencintai Alexandrous. Pria hebat dari kalangan menengah, pekerja keras, kebanggaan keluarganya,” ujar Eleni. Aku sedikit bertanya-tanya dalam hati kenapa Eleni tak segan berbagi cerita kehidupan pribadinya.

“Boleh ceritakan bagaimana Anda bertemu Alexandrous?” aku memberanikan diri bertanya.

“Kisah yang romantis,” Eleni menyibakkan rambutnya. “Anda tahu Alexandrous adalah salah satu personil kunci dalam jaringan perusahaan yang bermarkas di Prancis. Dialah yang mengerjakan semua urusan peningkatan kualitas produk-produk kosmetik perusahaan. Lima tahun lalu, di Athena, perusahaannya menggelar semacam kontes kecantikan regional yang disponsori perusahaannya. Peserta haruslah pengguna produk kosmetik perusahaan di mana Alexandrous bekerja,” Eleni berhenti bicara.

“Pak Rodi bilang ya kalau mulai bosan dengan bicara saya,” katanya kemudian.

“Sama sekali tidak! Saya suka mendengarnya”

“Saya berasal dari Skiathos, sebuah kota kecil di sebuah pulau di antara  laut Aegea dan laut Mediterania, Yunani timur. Saya mendaftar ikut kontes, dan menang juara dua”

“Wah, keren!” ujarku dalam bahasa Indonesia.

“Ow, keren ya?” sergah Eleni. “Saya malah tadinya tidak mengira dapat posisi kedua. Saya merasa tidak cantik,” Eleni tersenyum kecil.

“Tidak cantik. C’mon, Anda cantik sekali Eleni. Maaf kalau saya memuji. Tapi Anda benar-benar perempuan berwajah sangat rupawan,” kataku, sambil berharap Eleni tak menganggap aku macam-macam dengan pujian itu.

“Oh ya, begitu menurut Anda? Tapi waktu kontes itu saya tidak merasa cantik dan menarik. Ratusan peserta lain jauh lebih cantik dan sexy”

“Percayalah saya, Eleni. Anda sungguh cantik. Saya belum pernah memuji perempuan Eropa seperti ini sebelumnya. Anda menawan. Sungguh. Itulah sebabnya Alexandrous menaruh hati pada Anda, bukan pada pemenang nomor satu,” kataku, berusaha menimbulkan kesan ucapan ini hanyalah celetuk kasual dan tidak bertendensi macam-macam.

“Ha…ha…ha, itu karena juara satunya sudah punya pacar!” ujar Eleni tertawa. “By the way, saya lebih suka melihat perempuan Indonesia. Mereka cantik alami, anggun dan punya aura khas dengan kulit oriental berbalut coklat ringan yang eksotis”

“Kalau laki-laki Indonesia bagaimana?” aku bertanya dengan nada canda.

“Ahaha, saya belum punya pendapat tentang lelaki Indonesia. Saya tak banyak bertemu lelaki Indonesia, kecuali orang-orang yang saya lihat di mall dan Anda,” Eleni tak kalah berseloroh.

“Well, tak ada yang menarik dari lelaki Indonesia,” kataku, “kebanyakan seperti saya, sangat biasa”

Eleni tertawa lagi.

“Anda dan Alexandrous pasangan yang sangat pas. Lelaki ganteng dan perempuan cantik!” aku meringkas pembicaraan. Taksi sudah sampai di lobi mal.

“Terimakasih!” ujar Eleni dalam bahasa Indonesia.

Aku sungguh rikuh ditatap banyak mata ketika berjalan bersama Eleni di koridor mal menuju ke tokobuku. Mereka pasti berpikir, ‘Kok mau bos bule jalan sama sopirnya yang dekil, ya?’

Tapi itu tak jadi masalah. Tugasku hanya mengantar Eleni mencari kamus di toko buku. Aku senang karena sepanjang malam itu Eleni banyak memanfaatkan pelajaran yang kuberikan. Ia berani mencoba bicara dengan penjaga toko atau dengan penjaga toilet dalam bahasa Indonesia dengan hanya sedikit kesalahan.

“Well, pak Rodi, harusnya saya mentraktir Anda minum kopi atas jerih payah mengantar saya. Tapi saya kuatit Alexandrous menantikan saya. Kita langsung pulang ya?” kata Eleni.

“Sure!” jawab saya.

***

Trista sedang tenggelam dalam kesibukan dengan BB-nya ketika aku sampai di rumah. “Aku dan Reina sudah makan. Kau makan sendiri ya, Mas!” kata Trista tanpa menoleh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun