Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Manfaat Pelatihan Creative Teaching dan Joyful Learning untuk Para Guru

30 Mei 2011   05:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:04 1928 0

SUASANA 1:

Guru Bahasa Inggris tak berkutik. Ia memandang putus asa pada siswa di kelasnya yang sama sekali tidak memperhatikannya. Sejumlah siswa bermain kartu, sejumlah siswa lain mengobrolatau bergurau, ada juga yang menempelkan kepala di bangku, dan yang lainnya membuat coret-coretan gambar pengalih bosan. (Seperti yang diceritakan V, siswi salah satu SMA RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) di Surabaya.

SUASANA 2:

Wakil Kepala Sekolah Bagian Kesiswaan di sebuah SMP masuk kelas. Ia berkata, “Anak-anak, hari ini Pak Eddy tidak masuk karena sakit. Pak Eddy akan digantikan Pak Johan untuk pelajaran matematika”. ”Hore! Pak Johan, asyiiik!” anak-anak bersorak hirang.

SUASANA 3:

Terdengar obrolan sejumlah siswa di kantin. ”Sepagian sebel banget, pelajaran Bahasa Indonesia. Pak B ngajarnya gak enak, selalu gak enak, ngantuk aku,” kata salah satu siswa.

Siswa lain menimpali, ”Iya, aku tadi twitter-an selama pelajaran Bahasa Indonesia”

SUASANA 4:

Di sebuah SMA, istirahat kedua, di siang terik. Seorang siswa berkata, ”rasanya males masuk, ya, pelajaran biologi. Gurunya gak kreatif, ngajar cuma duduk, lalu ngomong gak jelas, nadanya datar”. Anak lain menjawab, ”Habis ini kelasku pelajaran geografi. Nggak sabar aku pingin segera masuk. Pak Andi selalu hadir di kelas dengan cara baru dan kegiatan kelas baru. Minggu lalu kami main quiz geografi. Kapan hari itu malah kita belajar browsing Google Map. Keren abis!”

Maaf, suasana-suasana di atas memang fakta. Proses belajar mengajar di dalam kelas tidak selalu indah dan menyenangkan dari satu kelas ke kelas lain, dari satu guru ke guru lain, dari satu tindakan kelas ke tindakan kelas lain. Yang membedakan kualitas belajar mengajar, kalau kita simpulkan secara sederhana adalah : metode/cara mengajar dan materi belajar/mengajar.

Saya tidak memahami berbagai teori yang tersedia untuk dua hal tersebut, namun yang saya selama ini simak adalah bahwa proses belajar-mengajar senantiasa menuntut para guru untuk lebih aktif, proaktif dan produktif dalam menyampaikan pelajaran, menyiapkan bahan ajar dan mengelola suasana pembelajaran di dalam kelas. Selain dituntut untuk meningkatkan pengetahuan mengajar (instruction skill, teaching skill) , guru juga kini diharapkan untuk lebih mampu tampil lebih kreatif ketika mengajar agar tercipta suasana belajar yang lebih menyenangkan dan melebarkan peluang siswa menangkap ilmu yang diajarkan.

Maaf, bila saya lancang berpendapat bahwa pada Suasana 1 dan 3, guru biasanya adalah pengajar yang sudah berumur, yang boleh jadi memandang upaya tambah ilmu mengajar sebagai hal yang sudah terlalu terlambat baginya yang sebentar lagi masuk masa pensiun. Mereka umumnya skeptis, tertutup terhadap gagasan-gagasan baru, dan melihat pekerjaan mengajar sehari-hari sudah terlalu membebani. Namun demikian, ada saja guru berumur yang berpendapat sebaliknya. Guru muda usia yang masuk kategori Suasana 1 dan 3 juga banyak, yang enggan menimba ilmu lebih banyak, dan lebih suka meluangkan waktunya untuk kegiatan di luar mengajar.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun