Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Mengembalikan Nilai-Nilai Ketuhanan Dalam Proses Pendidikan

3 Mei 2014   18:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:54 116 0


اِقْرَأ بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذيْ خَلَقَ


iqra' Bismirabbikalladzi kholaq


Artinya :


Bacalah dengan nama Tuhan yang menjadikan.


Ya, ayat pertama dari surat Al-Alaq yang merupakan surat pertama yang diturunkan Alloh swt. melalui Malaikat Jibril di Gua Hira kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad saw. dimana ada 5 ayat pertama yang diturunkan sebagai "Undang-Undang" pertama bagi perjalanan kerasulan Muhammad saw. Menurut penulis ayat ini merupakan landasan utama bagi manusia pembelajar sebagai manifestasi Khalifatullah di muka bumi ini.


Penulis yang merupakan orang awam dalam hal penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an, ayat diatas tidak menyebutkan objek bacaan yang sifatnya teknis, maka kata Iqra' itu digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan, mengupas, menganalisa, mengamati , dsb. Karenanya yang sifatnya umum maka objek tersebut mencakup segala yang terjangkau oleh indera secara kasat mata maupun yang tidak.


Dalam konteks belajar, dan pembelajaran menurut hemat penulis, untuk memahami ayat ini tidak hanya meminta manusia untuk belajar dalam arti luas. Menurut penulis, dalam ayat ini Tuhan meminta manusia untuk belajar dan memahami ayat-ayat Tuhan baik yang tertulis dalam kitabnya maupun berupa tanda-tanda kebesaran Tuhan melalui betapa kompleks, terstruktur dan teraturnya susunan alam semesta ini dibuat.


Kata "Bacalah" atau اِقْرَأ merupakan perintah sekaligus ajakan bagi manusia untuk mengupas seluruh fenomena alam serta akibat yang menyertainya untuk kebaikan dan kemaslahatan umat manusia. Dalam hal ini kita tidak menyinggung umat yang berasal dari daerah tertentu, agama apa, dari bangsa yang mana. Tuhan meminta segenap umat manusia untuk senantiasa belajar dan memahami serta mengambil setiap pelajaran yang terkandung di dalamnya.


Pertanyaan selanjutnya apakah hanya cukup berhenti belajar dan belajar. saya kira dalam konteks ini YA. karena salah satu fungsi manusia dalam dunia ini adalah belajar. Belajar tidak mengenal usia, waktu bahkan kondisi, manusia selalu dituntut untuk belajar, merenungi dan mengambil setiap hikmah yang terkandung didalamnya dan bertujuan untuk perbaikan dalam kehidupan selanjutnya.


Selanjutnya, dalam ayat tersebut dilanjutkan dengan "dengan nama Tuhan yang menjadikan" atau بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذيْ خَلَقَ. Konteks dari ayat ini, menurut penulis sangatlah luas, satu hal yang ingin penulis jabarkan dalam tulisan ini adalah  "bahwa rangkaian proses belajar dan pembelajaran kita harus senantiasa mengikutsertakan Tuhan dalam setiap jengkal proses belajar dan pembelajaran. "mengikutsertakan" Tuhan dalam setiap proses pembelajaran bukan berarti mulut kita selalu berdzikir layaknya berdzikir saat kita setelah sholat, akan tetapi sejak dari niat awal kita belajar sampai tujuan (untuk apa kita belajar dan melaksanakan proses pembelajaran) kita selalu menghadirkan nilai-nilai ke-Tuhan-an.


Dimulai dari niat, niat dalam hal ini merupakan sebuah konsensus atau ketetapan dan inti kita belajar. Dalam hal menghadirkan nilai-nilai ke-Tuhan-an dari segi Niat adalah bagaimana kita meniatkan belajar sebagai salah satu sarana untuk mengabdi kepada Tuhan dengan mengharapkan Ridha Tuhan. Kata Ridha berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata rodiya yang berarti senang, suka, rela. Ridha merupakan sifat yang terpuji yang harus dimiliki oleh manusia. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah SWT ridha terhadap kebaikan hambanya.


Ridha (رِضَى ) menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, rela. Dan bisa diartikan Ridha/rela adalah nuansa hati kita dalam merespon semua pemberian-NYA yang setiap saat selalu ita rasakan. Pengertian ridha  juga ialah menerima dengan senang segala apa yang diberikan oleh Allah s.w.t. baik berupa peraturan ( hukum ) atau pun qada’ atau sesuatu ketentuan dari Tuhan.


Sebagai mahluk yang meyakini adanya Tuhan dan salah satunya diwujudkan dalam ketetapan-NYA akan melahirkan sikap Legowo dan ikhlas. Manusia bila sudah memiliki sikap ikhlas, maka dalam setiap tindakan akan melahirkan sikap positif. Bila sudah niat hanya untuk mencari Ridha Tuhan maka dalam belajarpun tidak akan diliputi keraguan akan kegagalan,pintar, bodoh dan sebagainya


Bila niat yang benar sudah dimiliki oleh setiap pembelajar, maka satu hal yang perlu dijaga adalah mempertahankan niat yang baik tersebut atau konsisten dalam menjaga niat baik. Karena dalam menjaga niat baik ini jauh lebih susah daripada saat memutuskan niat di awal. Bila niat yang sudah dicetuskan diawal sudah dijaga maka kecurangan - kecurangan dalam setiap proses pembelajaran tidak akan dilakukan bahkan mungkin terpikirkan  pun tidak. Karena ia yakin bahwa dalam mencari keridha-an Tuhan harus melalui jalan natau cara yang "dikehendaki" Tuhan, secara sederhananya tidak akan menggunakan cara-cara yang dapat mengurangi nilai-nilai ke-Tuhan-an dalam setiap proses pembelajaran.


Buah dari menjaga niat yang baik dalam setiap proses pembelajaran dapat dilihat dari kesungguhan dan sikap pantang menyerah untuk selalu melakukan yang terbaik. Pembelajar (dalam hal ini anak yang sedang sekolah/kuliah) yang selalu menyertakan nilai-nilai ke-Tuhan-an dalam setiap proses belajarnya ia tidak memiliki tujuan belajar untuk pintar/pandai dan berujung kepada mudah untuk mendapat pekerjaan melalui ijaza yang dimilikinya. karena pintar itu merupakan konsekuensi logis dari setiap proses pembelajaran yang bertumpu kepada keseriusan dan konsistensi dalam menjaga niat untuk kebaikan.

Ketika sudah mampu menjaga niat dengan tetap mengutamakan nilai-nilai ke-Tuhan-an melalui setiap proses yang dilaksanakan, maka pembelajar akan senantiasa menyerahkan "ending" atau output tetap dalam koridor ke-Tuhan-an. Dalam hal ini selaku mahluk yang percaya kepada ketetapan Tuhan, bahwa Tuhan tidak akan memberikan hasil yang mengecewakan kepada setiap pembelajar sejauh para pembelajar tetap konsisten dalam menjalankan proses yang baik.

Bisa jadi salah satu sumber persoalan dalam proses pembelajaran (pendidikan) kita selama ini adalah para pendidik melupakan prinsi-prinsip ke-Tuhan-an dalam proses pembelajarannya. Sikap - sikap kejujuran, respect kepada sesama, pembelajaran yang berorientasi kepada proses, metode pengajaran yang mengutamakan kemajemukan potensi anak didik sudah mulai tercerabut salam proses pendidikan kita.

Dalam proses belajar mengajar di sekolah hendaknya guru sangat mengutamakan prinsip-prinsip dasar sifat manusia selain mengajar ketuntasan belajar dan angka-angka pencapaian belajar anak didik. Karena angka-angka itu merupakan sebuah konsekuensi dari setiap proses pendidikan yang berjalan, bila proses pembelajaran yang berjalan di sekolah melupakan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan maka angka-angka pencapaian belajar itupun kurang bermakna bagi proses perkembangan karakter anak didik.

Semua ini diawali dari pendidik dalam hal ini Guru, maukah guru dalam setiap proses pembelajaran mulai merubah paradigma bahwa anak didik merupakan titipan dan sebuah kertas putih yang sejatinya mewarisi sifat-sifat ke-Tuhan-an mulai dari kejujuran, setiap anak memiliki kemampuan yang beragam terhadap berbagai hal, dll.

Penulis meyakini dalam agama apapun yang ada, untuk mendapatkan hasil yang baik (dalam hal ini anak didik yang memiliki kepribadian yang mantap) nilai-nilai ke-Tuhan-an itu tidak boleh hilang dalam setiap proses pendidikan. Dimana nilai-nilai ke-Tuhan-an yang perwujudannya adalah sikap-sikap positif yang mampu membangun karakter anak sudah mulai luntur maka anak didik pun tak ubahnya sebuah robot yang tak memiliki nurani serta karakter sebagai manusia yang utuh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun