Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

A Cup of Life, Love, on Coffee

23 September 2012   00:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:53 200 1

Yang membuat sulit itu bukan melupakan tapi mengiklaskan. Yang membuat sakit itu, bukan perkenalan tapi perpisahan. Dalam praktik, sudah banyak terjadi yang namanya sahabat sejati itu nggak ada. Adanya cinta sejati. Jika memang setiap keputusan menghasilkan kisah yang baru, tak dapat dielak ketika teori kausalitas sambung menyambung dan hanya memunculkan dua pilihan yang saling berkebalikan. Antara menyenangkan atau menyedihkan. Suatu rasa yang abstrak, ketika keduanya muncul secara bersamaan. Seperti secangkir kopi yang kuseduh ini. Antara air dan butiran kopi memang tak pernah bisa menyatu. Tapi mereka berkecamuk dalam satu ruang yang sama-sama menginginkan munculnya suatu kenikmatan. Dan inilah kopi sulit dimengerti dari segi teksturnya. Mereka ingin membuat kita bahagia ketika menyeruputnya. Tapi ada dua kemungkinan ketika kita memutuskan untuk menyruput kopi itu. Antara pahit dan aroma khas yang tak tertandingi oleh minuman lain. Dan rasa itu pilihan. Jika memang kita benar-benar mencintai kopi, pahit bukanlah penghalang untuk mendapatkan kenimatan dari kopi itu. Aromanya yang wangi, benar-benar terasa hingga ke pangkal hidung. Kebahagiaan pun terkumpul tidak hanya sampai pangkal hidung tapi juga pangkal lidah. Hidup ini memang indah jika kita mempu mendapatkan rasa manis di sela-sela rasa pahit yang tak tertahankan. Namun jika manis itu tak ditemukan, mungkin selamanya yang muncul hanyalah pahit. Hingga tak ada lagi sensasi-sensasi yang membuat hidup ini lebih indah. Hanya suatu esensi kedengkian yang naif dan membuat hidup ini benar-benar terpuruk karena salah menentukan ruang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun