Oleh: Eci Aulia
(Pegiat Literasi Islam )
Aktivitas menatap layar di era digital kini bukan lagi satu arah. Layar ditatap jutaan mata menyaksikan. Atas dasar inilah banyak orang yang merasa bebas mengekspresikan diri semaunya. Seakan tidak ada yang melihat, padahal khalayak menyaksikan, bahkan jumlahnya lebih banyak daripada yang ada di dunia nyata.
Kebebasan berekspresi ini dijewantahkan dalam aktivitas berjoget ria di depan kamera melalui berbagai platform. Aplikasi yang paling marak digandrungi oleh anak muda adalah Tiktok. Kini, berjoget di depan kamera ala TikTok seolah bukan hal tabu lagi di tengah masyarakat. Laki-laki, perempuan, guru, pegawai, pelajar, ibu rumah tangga berlomba-lomba untuk menampilkan liukan  terbaiknya di depan layar.
Aplikasi Tiktok yang begitu menarik perhatian banyak orang adalah aplikasi yang memungkinkan penggunanya untuk mengunggah video berdurasi pendek. Diiringi dengan visualisasi yang memanjakan mata dan musik yang listening easy.
Panggung inilah yang memberi ruang terjadinya dekadensi moral pada generasi muda. Kepiawaian meliukkan tubuh, diiringi musik yang berbeda seolah menjadi kepuasan tersendiri bagi pegiat dance TikTok. Ironisnya lagi, tak sedikit perempuan berhijab yang ikut melakukan aktivitas mengundang syahwat tersebut.
Belum lagi belakangan muncul joget pargoy yang mengandung unsur erotisme, pornografi dan pornoaksi. Di mana mereka tak segan-segan berlenggak lenggok dengan lawan jenis dalam kondisi aurat terbuka. Alhasil, inilah yang jadi pemicu perzinaan, pemerkosaan dan pelecehan seksual di ranah digital.
Sudah separah itukah kemerosotan moral generasi muda di negeri ini. Bius pemikiran Barat, "having fun" berhasil menghipnotis generasi muda dengan adigium menyesatkan, "bersenang-senang selagi muda, tua masuk surga."
Tanpa disadari, sistem sekuler hari ini menggiring perempuan untuk mengeksploitasi dirinya. Salah satunya dengan iming-iming popularitas dan cuan. Semakin FYP, semakin besar dolar mengalir. Oleh karena itu, banyak perempuan yang rela kehilangan harga diri dan rasa malunya. Salat, puasa, zakat ia tunaikan dan senantiasa ia jaga. Sementara izzah dan iffah-nya sebagai perempuan ia abaikan.
Agama hanya ia izinkan untuk mengatur rukun Islam saja, sementara hubungan pergaulan sosial dengan sesama manusia, terutama lawan jenis ia atur sesuka hati. Demikianlah wujud asli sekularisme.
Padahal, sebagai seorang yang beriman perempuan muslimah wajib menjaga izzah dan iffah pada dirinya. Izzah merupakan kehormatan dan kemuliaannya sebagai muslimah. Sedangkan iffah bagaimana menjaga kesucian dirinya dengan rasa malu. Maka tak heran rasa malu sangat related dengan keimanan yang harus dimiliki oleh setiap muslim dan muslimah. Rasulullah Saw. bersabda,
Iman dan malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan kondisi. Apabila rasa malu sudah tidak ada, maka iman pun sirna." (HR Al Hakim).
Pun demikian dengan haramnya bagi seseorang perempuan yang dengan sengaja menampakkan auratnya demi menarik perhatian. Karena ketika wanita ke luar dari rumahnya maka ia akan menjadi sumber fitnah terbesar. Maka ada aurat yang mesti ia jaga.
Untuk semua perempuan muslimah di mana pun berada. Ingatlah bahwa kita perempuan begitu mulia di hadapan Allah Swt. Islam datang memuliakan wanita di tengah peradaban jahiliah yang menganggap rendah wanita. Lantas mengapa hari ini kita justru ingin mencabut kemuliaan itu? Wallahu alam Bissowwab.