Kanker serviks atau kanker leher rahim menjadi momok bagi para perempuan masa kini. Di Indonesia, setiap satu jam, satu perempuan meninggal dunia karena penyakit ini. Sayangnya, penyakit ini tidak membedakan mana yang kaya dan mana yang miskin. Human Papilloma Virus (HPV) dalang dibalik penyakit tersebut, bisa menjangkiti perempuan berusia subur dimanapun. Bagi perempuan miskin yang terlanjur mengidap Kanker Serviks stadium lanjut, biaya yang harus ditanggung untuk pengobatan tidaklah sedikit. Apalagi belum semua obat dan peralatan kesehatan yang dibutuhkan pasien kanker, terdaftar dalam formularium nasional alias ditanggung BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Maka upaya yang bisa dilakukan setiap perempuan saat ini adalah melakukan deteksi dini. Sebab layanan ini yang dinyatakan sudah dijamin dalam program Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan. Artinya, bagi mereka yang telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, bisa melakukan deteksi dini secara gratis. Dengan demikian, sejak awal mereka tahu serta bisa mewaspadai kedatangan HPV sebelum tumbuh menjadi kanker serviks. Deteksi dini yang dimaksud adalah pemeriksaan IVA atau Inspeksi Visual dengan Asam Asetat dan Papsmear. Dari kedua metode tersebut pemeriksaan IVA adalah yang paling murah dan paling cepat. Tentu saja perbandingan ini hanya berlaku untuk mereka yang belum masuk dalam kepesertaan BPJS Kesehatan. Bagi mereka yang telah terdaftar, keduanya gratis. Namun bukan hal mudah mendorong para perempuan, khususnya perempuan-perempuan di pedesaan, untuk melakukan deteksi dini. Minimnya informasi, sosialisasi, serta edukasi, menjadi penyebabnya. Kalaupun ada upaya-upaya untuk melakukan penyebaran informasi, sosialisasi, serta edukasi tersebut, harus dibuat strategi yang efektif. Upaya-upaya mendorong para perempuan desa untuk melakukan deteksi dini kanker serviks, bisa dilakukan setidaknya dengan mencontoh yang telah dikerjakan di Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Desa ini terletak sekitar 140 km dari kota Yogyakarta atau sekitar 200 km dari ibukota provinsi Jawa Timur, Surabaya. Di sini, dorongan terhadap para perempuan agar melakukan deteksi dini kanker serviks, diinisiasi oleh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Ngawi yang berkolaborasi dengan program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan).
KEMBALI KE ARTIKEL