Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Poros Prabowo: Pondasi Rapuh Tenda Besar?

7 Juni 2014   04:03 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:55 85 0
Prabowo- Hatta resmi dideklarasikan di Rumah Polonia. Teka- teki siapa sang pendamping Mantan Danjen KOPASSUS ini terjawab. Melalui kalkulasi politik yang pelik, Hatta Rajasa resmi disepakati oleh GERINDRA, PAN, PKS, PPP,PBB dan GOLKAR. Jangan harap kita tahu kesepakatan politik macam apa yang telah terbangun didalam poros yang diidentikkan dengan istilah Tenda Besar ini, karena sejak reformasi membidani lahirnya praktik demokrasi 16 tahun silam, selalu ada sisi yang tak terungkap menyisakan tanda tanya. Namun dengan mata telanjang dapat kita saksikan sebuah gerbong besar berisi lebih dari 50% perolehan Pemilihan Legislatif 09 April 2014 plus Mahfud MD dan Rhoma Irama. Mereka beramai- ramai bersama gerbong Prabowo- Hatta memasuki gelanggang Sudden Death melawan gerbong Jokowi- JK yang didukung PDIP, NASDEM, PKB dan HANURA. Menarik, sebab baru kali ini sejak era reformasi Pemilihan Presiden hanya berlangsung satu putaran!

Apapun yang akan terjadi di kompetisi ini nanti, tulisan ini saya susun khusus untuk menyoroti Koalisi Tenda Besar ala Prabowo- Hatta. Ada gejolak logika yang membuat saya penasaran. Kasak- kusuk terbentuknya koalisi di poros ini lebih sarat drama yang membuat siapapun yang mencermati mungkin akan bertanya ada apa? Dimulai dari perilaku tarik ulur dukungan dari PPP, Manuver last minute GOLKAR yang ganjil, usulan cawapres dari PKS yang mental, penolakan sosok Hatta Rajasa di internal koalisi sampai ke bergabungnya Mahfud MD dan Rhoma Irama yang kita tahu bahwa keduanya sempat digadang- gadang menjadi capres PKB beberapa saat yang lalu. Sampai kemudian akhirnya semua pihak secara deklaratif sepakat, masih ada sekam yang terlihat belum diredam. Wajar bila kemudian Koalisi Tenda Besar ini menyimpan pertanyaan: Siapa dapat apa? Siapa akan ada dimana?

Penting untuk dipahami bahwa Pemilihan Presiden itu tidak sama dengan Pemilihan Legislatif. Rakyat melihat sosok, aura, dan kenyamanan personal. Rakyat terlihat lebih bijak dengan tidak lagi melihat partai apa mengusung siapa. Pemilihan Legislatif kemarin menjadi buktinya. Tidak ada satu Partai Politik pun meraih suara dominan, semua akhirnya membutuhkan teman, termasuk PDIP yang berada di angka tertinggi 18,95%. Terkait hal ini, ada semacam indikasi bahwa beberapa partai politik tidak melihat atau malahan tutup mata atas gejala ini. Gejala ini terlihat lebih kuat di poros Prabowo- Hatta dengan usungan lima partai plus dua tokoh juga upaya merangkul Demokrat yang ingin netral, menunjukkan bahwa poros ini masih terperangkap dalam pandangan masih berkuasanya Partai Politik dalam menggiring konstituen dan penggemar. Semua upaya dicoba agar perolehan suara usungan makin besar dan makin memberi efek psikologis bak pertempuran Thalut melawan Jhalut di kisah para Nabi. Sampai kemudian tercium aroma tak sedap politik dagang sapi.

Koalisi besar dalam praktik sistem pemerintahan presidensial sebetulnya ampuh untuk menguatkan dukungan setiap kebijakan yang akan diambil, khususnya kebijakan yang menjadi jualan semasa kampanye. Prabowo- Hatta memiliki itu, program mereka sangat dekat dengan cita- cita kedaulatan bangsa salah satunya berdikari dengan konsep ekonomi kerakyatan yang sempat identik dengan rencana nasionalisasi (belakangan GERINDRA melalui Fadli Zon menyampaikan nasionalisasi yang mereka maksudkan adalah Renegosiasi Kontrak). Namun koalisi besar bisa menjadi rapuh bila Partai Politik yang ada didalamnya bermain aman, wajah teman perilaku lawan. Gaya semacam ini yang kita lihat didalam Koalisi yang dibangung Demokrat periode lalu, Setgab yang seharusnya menjadi rumah koalisi justru menjadi rumah bagi para pemain politik dua kaki. Sejarah bisa berulang bila Koalisi Tenda Besar yang dibangun di poros Prabowo- Hatta menggunakan pola yang sama. Ini ancaman sekaligus sinyal buruk bagi rakyat yang memimpikan realisasi janji kampanye yang digagas Prabowo. Saya melihat, ada indikasi ke arah situ. Melirik rekam jejak partai pengusung poros Prabowo- Hatta, dapat dikatakan ada beberapa partai politik yang tidak berani menginisiasi kebijakan yang tidak populer yang justru menjadi daya tarik Prabowo. Dan menjadi aneh justru ketika Prabowo mengaminkan penggabungan mereka? Prabowo lupa? Atau tidak tahu? Atau tidak percaya diri?

Dengan bahasa singkat, bisa dikatakan bahwa pondasi tenda besar yang telah resmi digaungkan poros Prabowo- Hatta cenderung rapuh khususnya sejalan dengan kenyataan bahwa Koalisi Tenda Besar ini disusun dengan mengesampingkan bahan utama: Kesamaan platform dan visi. Ada pragmatisme yang diabaikan Prabowo semata demi mengamankan tiket pencalonan menuju RI-1. Mereka, para partai pengusung dan tokoh itu, seharusnya sudah sejak lama mengamati rekam jejak calon yang akan diusung, kesamaan platform dan visi partai pengusung dan segeralah ambil sikap! Itu seharusnya yang dilakukan jika mereka ingin membuktikan bahwa pilihan mereka murni tanpa mahar. Namun yang terjadi justru lain, beberapa praktik kawin mawin dalam koalisi baru jelas di saat- saat terakhir, mungkin setelah kalkulasi atau spekulasi politik mereka keliru dan tidak laku lagi.

Setajam apapun sebuah kompetisi selalu akan menghasilkan satu pemenang. Pun begitu pula dalam politik. Bedanya untuk ukuran Indonesia yang masih dianggap hijau dalam berdemokrasi ini, kita belum terbiasa mengamati visi- misi sebagai ukuran dalam mengambil sikap politik. Isu personal dan kisah masa lalu lebih menarik untuk diperbincangkan sampai akhirnya kita lupa bahwa politik itu adalah jalan menuju masa depan. Prabowo banyak dikritisi atas Tragedi Mei’98 namun, meski berat, saya memilih untuk tidak larut didalamnya, Level kekuatan hukum negeri ini masih belum mampu menyentuh aktor besar yang paling bertanggung jawab saat itu selain Tim Mawar yang telah dihukum dan diadili. saya lebih memilih menyoroti sikapnya yang belakangan ini ia ambil. Sangat disayangkan bila semua program aksinya yang jelas harus kandas karena kesalahan memilih teman dalam koalisi. Ibarat kata, ia memilih menuruti kemauan lebih banyak orang ketimbang berjalan dengan sedikit teman yang memiliki kesamaan pandangan, sebab mungkin sejarah akan berulang.

Salam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun