Sebelum tengah hari, setelah bertanya beberapa kali pada orang yang yang berjualan di pinggir pojok jalan dengan kondisi berlubang di sana-sini seperti tipikal jalan desa pada umumnya, Pak Sutrisno, guru Bimbingan Konseling dari sebuah SMA swasta di pinggiran kota sedang melakukan tugas home visit ke salah satu muridnya yang sudah sepekan tidak masuk sekolah.
Dengan ditemani dan berboncengan dengan seorang kolega guru yaitu pak Didik, guru seni budaya yang disegani, Pak Sutrisno segera menghentikan sepeda motor butut jenis matic yang dikendarainya di halaman rumah murid tersebut serta bergegas untuk bertamu.
Tidak berapa, setelah ada yang menjawab salam dari dalam rumah, pintu terbuka dan munculah sosok wanita paro baya berwajah tirus yang mengaku sebagai ibunda Naufal. Mengetahui yang datang adalah guru dari anaknya, ibu tersebut dengan gugup segera menyilakan pak Sutrisno dan pak Didik untuk masuk ke ruang tamu.
Pak Sutrisno sempat mengamati ruang tamu yang tidak tersedia adanya kursi tamu, melainkan hanya ada gelaran tikar plastik di lantai yang masih beraroma rabatan semen basah tanpa keramik. Netranya memandangi beberapa lukisan murahan yang ada di dinding tripleks dengan nuansa pemandangan desa yang menggambarkan persawahan dan pegunungan.
Setelah menyampaikan maksud kedatangan kepada ibu Naufal, pak Sutrisno juga menanyakan kondisi kesehatan putra tunggalnya karena sudah sepekan ini tidak masuk sekolah.
Meskipun dalam hati, bila bukan karena surat tugas dari kepala sekolah, sebenarnya pak Sutrisno enggan untuk mengunjungi rumah muridnya Naufal. Beliau tahu, Naufal termasuk anak yang sering membolos dan mempunyai perilaku yang kasar, nakal, tidak sopan dan cenderung mencari masalah.
"Mohon maaf telah merepotkan bapak guru berdua, juga banyak terimakasih karena telah menyempatkan waktu hanya untuk datang menjenguk anak saya Naufal yang saat ini sedang sakit" tutur ibunda Naufal sambil menyilakan kedua guru tersebut untuk menikmati suguhan jajan jadah goreng dan air gelasan mineral di depan mereka.
"Memangnya Nanda Naufal sakit apa, bu? Di surat izin hanya ditulis keterangan sakit dan ini sudah lebih dari 3 hari. Oleh karena itu, kami berdua datang untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap", jawab pak Sutrisno setelah mengenalkan dirinya dan juga pak Didik.
Baru selesai pak Sutrisno bicara, ibunda Naufal segera berdiri dan masuk ke sebuah kamar tidur tanpa pintu dan hanya tertutup oleh kain selambu atau tirai tebal yang sudah tampak kumal dan lusuh.
Kemudian keluar dengan menggandeng Naufal yang diajaknya. Tanpa sepatah kata, Naufal yang masih mengenakan masker ikut duduk bersama setelah bersalaman dengan kedua gurunya tersebut Untuk sesaat semua jadi hening hingga pak Sutrisno menanyakan ke Naufal perihal penyakitnya.
Betapa terkejutnya pak Sutrisno saat Naufal membuka maskernya. Tampak wajah Naufal yang berwarna biru kehitaman dengan pembengkakan pada mulut, pipi dan lidahnya. Matanya terlihat melotot dan memerah karena menahan rasa sakit yang tak terkira.
Tubuhnya menjadi lebih kurus dari sebelumnya ditambah posturnya yang tinggi karena mulutnya kesulitan menerima asupan makanan. Hal yang bisa dilakukannya hanya menelan paksa bubur serta minuman saja. Itu pun harus dibantu ibunya.
Sambil berlinang air mata, ibunda Naufal yang sudah menjanda sejak ditinggal mati ayah Naufal sedari kecil, menceritakan bahwa sebenarnya sudah berobat ke beberapa dokter dan kata mereka, tidak ada infeksi apapun pada gigi, geraham, atau lidahnya.