Usulan Mas Nadiem Makarim tersebut dianggap sebagai solusi untuk honorer khususnya dari kalangan guru agar ada perubahan nasib melalui peningkatan penghasilan yang layak berdasarkan kualifikasi kemampuan dan keterampilan akademis dan non akademis yang dimiliki setiap guru .
Harapan dari Mendikbud Ristek kita itu, dengan adanya aplikasi Lokapasar (Marketplace) guru yang rencananya diluncurkan pada tahun 2024 bisa mengangkat harkat dan martabat guru secara materiil maupun moril sebagai satu profesi yang (seharusnya) dihormati di masyarakat kita.
Akan tetapi, benarkah bahwa Marketplace sebagai wadah yang berisi database guru atau calon guru yang pernah mengikuti seleksi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Pegawai Pemerintah dengan PerjanjIan Kerja (PPPK) dan dinyatakan lolos, termasuk yang sudah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan namun belum mendapatkan formasi, secara otomatis adalah solusi yang solutif?
Juga, Manusiawikah meletakan nasib guru honorer di dalam Marketplace guru?
Begini, saya yakin, saat masyarakat mendengar kata asing " Marketplace", imajinasi mereka langsung tergambar seperti adanya aktivitas jual beli barang, kualitas, harga, spesifikasi, orisinalitas, testimoni para pembeli dan dibayar lewat transfer atau COD (Cash On Delivery).
Masak sih, profesi guru dianggap seperti komoditas dagangan demi tujuan finansial atau secara ekonomi semata?