Sayapun tak bisa mengerti, mengapa Pengacara kondang seperti OC Kaligis menanggapinya secara "serius" dengan melaporkan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan penghinaan dan pencemaran nama baik, dengan menggunakan KUHAP dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Kicauan" Denny Indrayana tentang #AdvokatKorup memang cukup keras, menyengat dan kontroversial. Namun jika kita cermati Twit Lengkap Denny Indrayana yang dipublikasikan pada situs detik.com 26/08/2012, tak sekalipun dia menyebut nama seorang Advokad (termasuk nama OC Kaligis). Dia hanya menyebut kata ADVOKAD KORUP/ADVOKAD KORUPTOR, dengan batasan tertentu. Advokat koruptor adalah koruptor itu sendiri. Yaitu advokat yg membela (secara membabi buta) kliennya yg nyata-nyata korupsi, dan menerima bayaran dari uang hasil korupsi.
Faktanya Advokad seperti yang disebutkan Denny Indrayana itu memang ada! Setidak-tidaknya itulah yang terbias dari cara-cara Advokad para koruptor tertentu saat "membela" kliennya.
Daripada "kebakaran jenggot" seperti OC Kaligis, ada dua substansi batasan ADVOKAD KORUP/ADVOKAD KORUPTOR seperti yang disebutkan Wamenkumham, yang sangat sensitif dan multi tafsir, sehingga layak didiskusikan dengan kepala dingin.
Pertama, membela secara membabi buta. Bagaimana uraian difinitif sehingga seorang pengacara para koruptor, dapat dianggap telah membela kliennya secara membabi buta?
Kedua, Bagaimana cara pengacara para koruptor itu memastikan bahwa dia tidak dibayar kliennya dengan uang hasil korupsi atau turunannya?
"Reaksi berlebihan" seperti yang ditunjukkan OC Kaligis, justru dapat menggiring publik untuk berpikiran buruk tentang pribadi sang pengacara kondang itu. Karena, jika beliau tidak seperti yang dimaksud Denny Indrayana dalam rangkaian TWIT-nya, mengapa harus marah? Toh Denny juga tidak "menyerang" provesi ADVOKAD secara umum!
(E. SUDARYANTO, KOMPASIANA - 26082012)