Menurut pemahaman awam saya, tugas seorang penasehat/kuasa hukum atau pengacara, adalah untuk menjamin kliennya menjalani proses hukum dan/atau diadili secara adil sesuai UU, dengan memperhatikan hak asasi manusia yang melekat padanya.
Namun jika mencermati sepak terjang dan manuver para pengacara kondang bertarif selangit seperti Hotma Sitompoel dll., terutama saat mendampingi kliennya yang tersangkut kasus korupsi, pemahaman saya menjadi buyar.
Di mata saya, para pengacara seperti Hotma Sitompoel dll., hanya peduli pada upaya membebaskan kliennya dari segala tuduhan, tanpa memperdulikan apakah klienmya benar-benar bersalah atau tidak! Kesannya mereka lebih peduli pada peningkatan record banyaknya klien yang berhasil dibebaskan, atau setidak-setidaknya dituntut atau divonis seringan-ringannya. Agar lebih banyak klien yang tertarik menggunakan jasanya.
Sebagai syarat tentunya dia harus orang yang cerdas dan mempunyai pemahaman yang sangat luas, tidak hanya pada UU atau hukum itu sendiri. Tetapi juga memahami trik-trik, kelemahan atau celah UU atau hukum yang dapat dimanfaatkan untuk membebaskan kliennya. Dia juga harus mahir beradu argumentasi, bernegosiasi dan yang lebih penting lagi, dia harus mampu membuat jarinngan koneksi dengan para oknum penegak hukum yang dapat dimanfaatkan demi kepentingan kliennya.
Dan satu lagi yang terpenting, dia tidak alergi jika harus dibayar dengan uang yang tidak jelas halal-haramnya! Karena bagaimana dia dapat memastikan, bahwa uang yang diterima bukan berasal dari uang hasil korupsi dan turunnannya?
(E. SUDARYANTO, KOMPASIANA - 02082012)
Catatan: Tulisan ini saya buat dengan tidak mengabaikan rasa hormat saya terhadap para penasehat/kuasa hukum atau pengacara yang benar-benar mendedikasikan profesi yang dijalaninya semata-mata demi penegakkan hukum secara adil dan menjunjung tinggi HAM. Serta memegang teguh moralitas dan etika profesi.