Tetapi kita layak meragukannya jika terdakwa kasus suap wisma atlit itu, lebih memilih kemungkinan Neneng Sri Wahyuni ditemukan dan ditangkap Interpol, serta diperlakukan sebagai penjahat besar seperti yang pernah dia alami di Colombia.
Memang sebuah pilihan yang sulit bagi Nazaruddin, antara menyerahkan istrinya kepada aparat penegak hukum Indonesia dan membiarkan ditangkap interpol di negara tempatnya bersembunyi. Tetapi dia harus menentukan pilihan dengan mempertimbangkan kemungkinan yang paling kurang menyakitkan.
Setelah mengalami sendiri, mestinya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut tahu pasti betapa sengsara dan malunya dia ketika digelandang dan dipamerkan kepada publik dengan tangan diborgol oleh polisi Colombia, sebelum diserahkan ke tim penjemput dari Indonesia.
Kecuali Nazaruddin merasa yakin, bahwa istrinya lebih kuat dan tegar daripada dirinya, bukankah lebih baik jika dia menyerahkan istrinya kepada aparat penegak hukum di Indonesia, atau menyarankan istrinya agar menyerahkan diri ke Kedutaan atau Perwakilan RI setempat, agar dapat dijemput dan diperlakukan lebih manusiawi.
Dengan kondisi psikologis Nazaruddin yang kini terkurung di RUTAN MAKO BRIMOB, dengan segudang masalah yang sedang membelitnya, saya tak merasa heran jika dia semakin stress dan bahkan MENJADI GILA, saat melihat istrinya diperlakukan sama seperti ketika dia ditangkap polisi Interpol di Colombia.
Jadi jika apa yang dikatakan pengacara Afrian Bondjol benar, bahwa Nazaruddin tahu keberadaan Neneng Sri Wahyuni, mengapa tidak berusaha berkomunikasi untuk membicarakan kemungkinan istrinya menyerahkan diri kepada aparat penegak hukum RI?
Semua harus dilakukan dengan cepat sebelum terlambat! Atau Nazaruddin yakin seratus persen, bahwa istrinya mampu bersembunyi selamanya? @E Sudaryanto 240811