Tahun ini merupakan ramadhan kedua bagi kami, bersama bapak yang sedang mendapat karunia cobaan dari Allah. Sejak mengalami rangkaian tiga kali pendarahan otak dalam kurun waktu 6 tahun, terakhir terjadi pada pertengahan januari 2010, bapak telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan psikis, sehingga hanya dapat beraktivitas secara minimal di tempat tidur. Saat ini, dalam menjalani kehidupannya, bapak sangat tergantung pada keikhlasan kami sekeluarga untuk membantu dan merawatnya.
Tentu saja bukan hal yang mudah menjalani puasa sambil merawat bapak yang juga telah kehilangan sebagian besar ingatan dan kemampuan berbicara atau berkomunikasi secara verbal. Namun kami selalu menganggap, bahwa setiap kesulitan adalah sebuah ujian yang harus kami lewati, untuk memperkaya pemahaman kami tentang hakekat ibadah puasa di bulan penuh berkah ini.
Ada dua hal yang membuat kami sekeluarga tetap dapat menikmati hidup secara normal dan iklas menjalani cobaan dari Allah. Pertama, kami menganggap pahit getir yang kami alami saat ini merupakan sentilan dari Yang Maha Esa, karena mungkin kami sekeluarga dianggap kurang berbakti dan menyayangi bapak sebagaimana seharusnya, di waktu yang lampau.
Kedua, karena kami menyadari bahwa apa yang sedang dialami bapak, dapat pula terjadi pada kami dan mungkin juga anda. Meskipun tentu saja kita tidak pernah berharap hal tersebut akan terjadi. Namun bukankah kita selalu yakin, bahwa Allah memiliki kuasa dan cara tersendiri untuk menguji hambaNya?
Dan jika hal tersebut menimpa kita, dan hidup kita sangat tergantung pada keikhlasan keluarga untuk membantu dan merawat. Semua itu tak akan dapat terjadi, jika sejak dini kita tidak dapat menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis dan penuh kasih.
Kembali ke cerita tentang bapak kami. Seperti pada ramadhan tahun lalu, kami tetap MEMUASAKAN bapak sebatas kemampuannya. Pada waktu sahur, secara bergiliran kami menyuapi dan memberi minum bapak. Pada saat dhuhur, jika kami rasa tidak memungkinkan, bapak hanya kami beri minum, dan melanjutkan puasa sampai saatnya berbuka.
Setiap kali kami selesai berbuka, dan melihat bapak merasa nyaman dan terawat dengan baik, denyut-denyut kebahagiaan terasa menggetarkan seluruh nadi, naik ke kepala dan memancar ke langit dalam wujud puja-puji syukur dan doa, karena kami dapat melewati puasa ramadhan hari ini dengan penuh suka cita dan kebahagiaan... Amin...amin, ya Allah. TELKOMSEL RAMADHANKU! @E Sudaryanto 230811