Seandainya Admin Kompasiana sekejam algojo yang memenggal leher Ruyati, pasti sudah banyak Kompasianer pemula yang putus asa dan hengkang dari situs ini, daripada stres dan kepikiran untuk bunuh diri. Sebagai Jurnalisme Warga, keputusan Admin untuk tidak menyeleksi secara kualitatif tulisan yang masuk, berarti telah memberi kesempatan yang sama kepada para pemula dan yang sudah ternama untuk nampang di halaman utama. Meskipun hanya untuk waktu sekejab, karena segera tergusur oleh tulisan terbaru yang diposting para Kompasianer lain. Bagi seorang pemula dan yang sedang belajar ngeblog seperti saya, kesempatan unjuk karya yang diberikan Kompasiana sangat berarti. Meskipun tulisan yang saya posting hanya mampu bertahan beberapa menit di halaman muka. Walaupun hanya dilihat oleh puluhan Kompasianer atau pembaca saja. Hal tersebut membuat saya semakin bersemangat untuk terus berkreasi, dan berupaya meningkatkan kualitas tulisan, agar diapresiasi positif oleh Admin dan Kompasianer lain. Sehingga lebih berpeluang untuk bertahan lebih lama di halaman utama, dan dibaca serta dikomentari oleh lebih banyak orang. Saya berharap Admin Tabloid FREEZ yang merupakan versi cetak dari Kompasiana menerapkan kebijaksanaan yang sama. Apalagi dengan adanya proses editing terhadap tulisan yang akan dimuat. Karena menurut saya, tulisan yang buruk tapi mengandung ide-ide yang baik masih bisa diperbaiki. Namun ide-ide cemerlang yang berguna dan inspiratif, mungkin susah dicari. Seandainya Admin Kompasiana menerapkan parameter setinggi redaktur KOMPAS atau bahkan beberapa tingkat dibawahnya, sebagai syarat sebuah tulisan berhak tampil di Kompasiana, sudah pasti atau kemungkinan besar tulisan-tulisan saya tak akan pernah muncul di situs ini. Dan tanpa ditekan atau disuruh-suruh, saya sudah lama hengkang dari Kompasiana, sambil berteriak: GOODBY, KOMPASIANA!(E. SUDARYANTO)
KEMBALI KE ARTIKEL