Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Aceh Merdeka (Dulu)

10 Mei 2012   07:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:29 357 0

Tulisan contoh budaya sunda seorang kompasianer turut membangkitkan pengalaman saat berada di Bandung. Sebuah kota yang kini dikenal semakin macet sepanjang hari terutama hari libur panjang atau akhir pekan.

Akan tetapi justeru di Bandung, banyak orang dahulu bisa mendengarkan teriakan: Aceh Merdeka. Teriakan ini terutama lantang didengar di jam sibuk, setiap hari, terutama di sekitar daerah Jalan Dewi Sartika.

Pendatang baru yang pertama kali menjejakkan kaki di kota Bandung, akan terhenyak seolah tidak percaya, seperti dialami kawan saya ketika diajak keliling kota Bandung beberapa waktu lalu. Khawatir dianggap banyak bertanya dan menyinggung, teman saya menutupi rasa penasaran yang amat sangat, mengapa dibolehkan di muka umum di kota Bandung dilontarkan: Aceh Merdeka.

Setelah lelah seharian keliling kota dan menikmati suasana di kawasan Bandung Tea House, dalam suasana rileks dengan hati-hati teman saya menanyakan, apakah tidak ditangkap orang yang berteriak Aceh Merdeka tadi?

Untuk menjawab pertanyaan di atas saya sedikit merenung mecoba menangkap fakta yang dirujuk lawan bicara. Setelah ‘ngeh’ baru saya jelaskan bahwa hanya di kota Bandung bisa didengar: Aceh Merdeka.

Kedua kata itu biasa digunakan oleh kenek angkutan kota (angkot) di antara sub terminal dalam kota Cicaheum – Kebon Kelapa (Abdul Muis) bukan dengan maksud Aceh memisahkan diri dari NKRI.  Namun menawarkan jalan yang dilalui oleh angkot tersebut yaitu jalan Aceh dan jalan merdeka. Sejalan dengan tingkat kemacetan dan penataan arus lalu lintas di Jalan Merdeka, teriakan itu duah tidak dapat didengar lagi oleh orang Bandung, baik pendatang baru maupun pribumi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun