Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Mendidik bangsa ini hemat energi

16 Maret 2012   11:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:58 540 0

Tulisan mengenai pajak energi mengingatkan saya pada paparan Ibu Tri Mumpuni beberapa waktu silam yang menunjukkan subsidi BBM sangat tidak tepat sasaran. Kajian empiris yang dilakukan ‘wanita listrik’ yang aktif membangun pembangkit mikro hydro ini, telah menegaskan bahwa susbsidi BBM lebih banyak dinikmati golongan ekonomi kelas menengah ke atas. Hal ini ditunjukkan pula oleh kepemilikan dan penguasaan kendaraan bermotor oleh strata ekonomi berpenghasilan di atas USD 2 per hari. Mereka ini notabene golongan yang secara ekonomi mampu - mungkin termasuk pula sepuluh ribu orang terkaya di Indonesia, - namun justeru mereka malah menerima subsidi BBM.

Oleh karena itu, sangat tepat dan cukup alasan bagi pemerintah mengurangi ‘salah kaprah’ subsidi BBM menjadi lebih tepat sasaran, namun tantangan pemerintah semakin berat ketika nalar berdasarkan kalkulasi ekonomis dihadapkan dengan tuntutan sentimen masyarakat yang telah memasuki ranah politis. Ditengarai, sentimen ini pun dipicu oleh ketidaksiapan meninggalkan ‘comfort zone’ yang selama ini dinikmati melalui subsidi BBM. Sentimen masyarakat ini di jalanan dikukuhkan oleh demo mahasiswa. Padahal banyak mahasiswa masih harus banyak belajar mempraktekkan hidup dengan hemat energi.

Konsentrasi dan rancang bangun materi pendidikan untuk membangun kesadaran dan praktek hemat energi terutama bagi masyarakat sekolah (school community) masih memerlukan perombakkan mendasar. Apalagi kalau persoalan pendidikan dan praktek hemat energi ini ditarik meluas dan melebar menyentuh masyarakat di luar sekolah (out-of-school community). Contoh kasus konversi minyak tanah menjadi BBG, yang membidik sasaran masyarakat di luar sekolah agar hemat energi  hingga saat ini cukup berhasil karena diikuti pembatasan supply dan penjualan eksklusif minyak tanah. Kesadaran dan praktek hemat energi di tengah masyarakat tetap saja masih belum menunjukkan hasil proses pendidikan berupa perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang kondusif.

Dalam ranah pendidikan formal di sekolah, kelangkaan materi pendidikan hemat energi memiliki korelasi dengan banyak unsur mulai dari penyusunan kurikulum, pemilihan bahan ajar hingga pemilahan media belajar ‘berbau energi’. Namun yang paling crucial adalah pola pikir dan paradigm atas kenyataan energi bukan hanya sebagai berkah alam. Pelajaran di sekolah formal tidak cukup hanya mengajarkan kategorisasi energi berdasarkan kelompok yang bisa diperbaharui dan tidak bisa diperbaharui.

Lebih dari semua yang diperoleh pada pendidikan formal di sekolah selama ini, dengan ditopang pendidikan bagi masayarkat di luar sekolah yang bersifat menambah, mengganti dan melengkapi hasil belajar formal di sekolah. Seperti bagian awal tulisan ini, ke depan sudah harus dipikirkan dan diajarkan kesadaran jika suatu saat energi seperti BBM dikenai pajak bahkan kelangkaan energi adalah hal yang harus diantisipasi. Jangan lagi merasa dininabobokan seperti mendengarkan lirik lagu Koes Plus yang bertajuk Nusantara.

Membangun pemikiran dan kesadaran untuk hemat energi adalah perjalanan panjang seperti continuum learning yang tidak ujug-ujug berubah, tetapi dimulai dari pembelajaran formal di sekolah hingga praktek dan pengalaman langsung di luar sekolah. Sehingga perilaku hemat energi merupakan akumulasi hasil belajar bukan saja berlangsung selama memperoleh pendidikan formal di sekolah yang hanya diperuntukkan bagi masyarakat sekolah semata. Akan tetapi bersinggungan dengan praktek dan pengalaman sehari-hari selama menjalani pendidikan nonformal dan pendidikan informal di luar sekolah.

Pertanyaan mendasar sebelum menanyakan siapa yang bertanggung jawab adalah adakah pihak yang berkompeten mengembangkan pemikiran dan membangun kesadaran untuk hemat energi sejak awal?

Jawaban atas pertanyaan ini akan memberikan solusi bahwa kebijakan pembatasan dan penghematan energi bukan semata harus disikapi dengan demo dan turun ke jalan tetapi dengan merekayasa ulang pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat baik sebagai pribadi maupun komunal untuk hemat energi. Perilaku hemat energi adalah bentuk lain syukur atas nikmat dan berkah yang diberikan melalui alam ini oleh Tuhan Yang Maha Kaya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun