Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Nyawa dan Laut

17 Februari 2012   04:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:33 105 0
Dik Inah,

setiap pagi bertemu di pasar ikan

karna aku seorang nelayan.

Dan cinta berkata pada layar yang basah :

"Dik inah,

nelayan ini telah jatuh hati padamu"

Wahai dik Inah,

Aku akan berlayar.

Tunggu aku !!

Dan angin mendesah

antarkan perahuku ke laut lepas,

sedang doamu dibalut gundah.

Engkau pelabuhanku,

bukan di tanjung

bukan pula di teluk,

tapi tepat di palung hati

milikmu, dik Inah yang ku cintai.

Ikan ini,

mas kawinku untukmu.

Ku pinang, ku peluk dan ku sanjung dirimu

sebagai istriku.

Istri seorang nelayan,

bukan ibu dari anak juragan ikan.

Wahai dik Inah,

perahuku adalah nyawaku,

dan kelak suatu hari

jaringku menjadi nadimu,

mendaging pada setiap anak-anakmu.

Bertaruhlah pada laut,

katakan jangan nyawaku direnggut.

Dan tataplah ombak itu,

yang berlari siap menerkam,

dengan tatapan tajam

tanpa rasa takut.

Karna di dada ini,

hanya ada api membara!!

Api cintaku padamu,

tak kan padam

meski air bah itu menerkam.

Wahai dik Inah,

di perahu pukul 02.00 WIB ini jadi saksi.

Di tengah laut lepas,

yang birunya tertutup kabut pekat,

aku berteriak!!!

Memecah sunyi,

membelah sepi.

Dan ku katakan :

"Ku cinta kau sebagai nyawaku,

seperti laut yang ada di darahku!"

Wahai dik Inah,

pagi nanti

kita bertemu di pasar ikan saja.

Pandanglah aku sebagai nelayan,

pulang dari laut

menghapus takut.

Terima aku,

meski pulang tanpa nyawa.

Lalu,

pegang janjiku :

"Nyawa dan laut bersatu

untuk meminangmu"

Oh...dik Inah!!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun