13 Juni 2013 20:55Diperbarui: 24 Juni 2015 12:045190
Sebagai bangsa yang telah dibaptis dunia sebagai salah satu bangsa yang besar seperti Indonesia ini, maka sudah tak selayaknyalah kita melupakan dan tidak peduli akan tiap detail serpihan sejarah bangsa yang akhirnya membangun nusantara menjadi suatu republik bernama Indonesia ini. Potongan-potongan historika yang dulu pernah dilupakan bahkan dikubur dan dipendam dalam-dalam oleh para penguasa sedikit demi sedikit mulai terungkap dengan sendirinya. Mulai dari sosok pejuang revolusioner seperti Tan Malaka, dimana nama pahlawan tidak pernah lepas dari namanya namun ia sendiri tak pernah disebutkan di buku sejarah. Moment kelam gerakan 30 september yang dahulunya dianggap sebagai pemberontakan murni, kini mulai dipertanyakan, apakah benar pemberontakan ataukah sebuah konspirasi untuk menggulung sebuah kekuasaan. Peristiwa Malari yang disebut-sebut sebagai ketidakpuasan anak negeri terhadap modal asing dan investasi, ataukah sebuah ketidakpuasan anak negeri yang dibumbui dan ditunggangi seorang AsPri untuk memperburuk citra lawan politiknya dan mencari muka dihadapan sang “Bapak”. Dan masih banyak lagi tentunya potongan-potongan sejarah yang masih menjadi misteri dan menunggu untuk diungkap. Akan tetapi kita kali ini tidak akan membicarakan hal-hal itu, biarlah yang lebih ahli dan lebih berkompeten dalam bidangnya saja yang berbicara tentang siapa yang menulis dan siapa yang disingkirkan dalam catatan sejarah. Kali ini kita akan mencoba untuk mengulas sisi lain dari sejarah yang pernah dan mungkin paling sering dilupakan, suatu kaum yang sebenarnya memberi warna tersendiri dalam perjalanan republik ini, suatu peran yang sering diinferiorkan dengan gender sebagai alibi, dan kaum itu adalah, Wanita.
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.