Oke, itu fase saya. Tapi saya bukan ingin membahas tentang fase-fase orang dalam mengatasi putus cinta. Tapi ingin membahas tentang putus cinta dari segi prosesnya. Apakah diputusin ataukah justru kita yang mutusin seseorang.
Pertanyaannya pentingkah siapa pengambil keputusan tersebut dan apa sih pengaruhnya terhadap kehidupan kita selanjutnya?
Buat (hampir) semua orang yang saya kenal dan tentu saja saya tadinya, berpikir bahwa gengsi banget kalau sampe diputusin, tapi suatu ketika saya terlibat pembicaraan dengan seorang teman yang berpendapat bahwa diputusin itu lebih enak karena kita tidak punya beban moral. Uh? Aneh buat saya, sampe saya akhirnya merasakan sendiri. Ternyata memutuskan orang itu justru sangat berat dan meninggalkan luka sangat mendalam serta memiliki efek yang lebih traumatis pada diri saya. Saya pun membutuhkan waktu yang lebih lama menyembuhkan luka-luka itu, karena cinta itu masih bercokol kuat di diri saya dan dorongan untuk kembali kepada orang tersebut sangat besar. Mengapa? Karena logikanya kalau kita yang memutuskan ikatan suatu hubungan, kita merasa kita adalah pengambil keputusan, jadi ada suatu ruang besar untuk kita bisa memutuskan suatu hubungan untuk tersambung lagi. Sedangkan jika kita diputuskan oleh seseorang, maka hati kita akan tersakiti sehingga mudah bagi kita untuk keluar dari kubangan masalah karena sakit hati kita akan lebih besar.
hmmm...selanjutnya? Itu mungkin tergantung maisng-masing pribadi...