Dyahfitri Wulandari
Lumayan lama juga saya tidak berbagi kisah, kembali berkutat dengan lembaran-lembaran kertas penuh terisi cerita sambil lalu.Humm….mulai menulis lagi memang terasa agak “kagok”, tapi tetap harus dicoba.
Setelah membaca tulisan seorang Kompasianer (sebut saja namanya Chris Suryo *nyengir*), saya teringat kembali dengan cita-cita saya yang cukup “porak poranda”.Kesampaian aja ga.
Bapak saya (Alm) dulu selalu mempercayakan anak-anaknya untuk membuat program hidupnya sendiri dengan, tentu saja, tetap diarahkan pada situasi-kondisi-toleransi-pandangan-jangkauan (mohon jangan disingkat ya…) yang ada.
Sebenarnya program jangka panjang hidup saya bahkan sudah saya rancang semenjak saya duduk di bangku SMP.Mau tahu ?Baiklah :
1.SMA : saat penjurusan haqul yaqin ambil A3 (Sosial);
2.Kuliah : ambil Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan penjurusan Administrasi Negara atau Komunikasi Massa;
3.Bekerja : berangan bisa diterima di sebuah media berita atau di kantor mana aja asalkan di bagian kehumasan, sambil ngumpulin uang buat kuliah lagi.
4.Ambil Magister : Administrasi Publik
Ideal ?Banget-banget !!Tapi apa mau dikata, berdasarkan pertimbangan “situasi dan teman-temannya” itu, jadilah program hidup saya terpaksa direka ulang dan berujung pada :
1.SMA : “dijuruskan” A2 karena kelas A3 sudah penuh sesak, bahkan ditawarkan untuk masuk di kelas A1 *gubrag!!!*
2.Kuliah : dengan pertimbangan harus masuk PTN (karena di situlah Bapak saya masih sanggup membiayai) serta dengan melihat kursi yang diperebutkan, jadilah saya melingkari “Fakultas Hukum”.Sedikit kesal hati iya, tapi mau apa lagi, daripada saya tidak bisa menuntut ilmu ? Rugi bandar saya….
3.Bekerja : jangankan diterima di media berita, HRD aja ga nyangkut !!Malahan keterima kerja bagian ekspor di sebuah pabrikan PMA yang handle dari benang sampai pakaian jadi label internasional.Yang ada, saya malah tlunyar tlunyur ke lokasi pabrik yang luasnya ampun-ampunan. Untungnya ga perlu jalan kaki karena kantor nyediain sepeda.Setelah kegiatan bersepeda usai, saya harus menyiapkan lembaran dokumen ekspor berbahasa Inggris harus tanpa koreksi, karena jika sampai ada koreksi ada pinalti 5 US$/koreksi.Ooooughhh…… tetep dong ya : ini bukan bagian dari cita-cita saya.Setelah bertahan selama 3 tahun, saya berkeputusan resign dan diterima di sebuah lembaga pemerintah yang kerjaannya ngituuuuuunnggg angka mulu !!…hadeh !! *tepok jidat*
4.Magister ?Mimpi dulu aja deh ya, lagian saya juga makin ga yakin bisa ngelanjutin sekolah ato ga.
Tapi…hoho….that was not a nightmare at all, buddies !!Sekian masa terlewati tidak membuat saya menyesali dengan jalan hidup saya yang seperti itu.Dibalik semua rencana saya yang menjadi amburadul karena saya harus menepikan angan yang telah disusun rapi, justru saya menemukan sesuatu yang tak selama ini tertutupi : kemudahan.Ya, betapa saya melalui semua proses itu dengan berjuta kemudahan.Dari beasiswa selama menjalani 4 tahun masa kuliah, langsung bisa diterima kerja selepas kuliah, berganti pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik sampai menemukan pendamping hidup yang mau menua bersama. Am I lucky ? No !I’m not lucky, but yes, I’m bless.I’m trully bless.
Ada sebuah angan yang (harus) menepi, tetapi itu karena saya yakin TUHAN telah menyiapkan sebuah perjalanan lain yang lebih indah untuk ditempuh.TUHAN menyayangi saya dan anda, setuju ?
Luv you all and have a nice long weekend …. ^^v