Nietzsche menunjuk hal yang lain, yaitu penafsiran realitas yang berbeda yang mengakibatkan transvaluasi semua nilai, yang kemudian menjadi dasar bagi manusia yang melampaui batas.
Nietzsche mencari asal mula keadilan dalam pemerataan kesepakatan antara kekuatan yang hampir setara. Dimana ia merujuk pada thucydides dan laporannya tentang sebuah kolokui antara orang athena dan melos. Thucydides menujukan cara dimana orang melos perlahan menyerah, bagaimana mereka berhenti membahas keadilan dan ketidak adilan, sama seperti di negara indonesia sekarang kenaikan PPN merasa tidak adil bagi mereka yang kekurangan dalam ekonomi, merekakesusah membayar pajak karena pajak yang terlalu tinggi dan penghasilan mereka yang dibawah rata rata. Susahnya mencari pekerjaan karena tuntunan yang terkadang tidak masuk dalam kriteria pekerjaan tersebut, juga termasuk ketidak adilan. Ada juga pekerjaan yang terlalu keras atau berat tetapi gajinya tidak seimbang, itu juga termasuk ketidak adilan.
Nietzsche menganggap dirinya sebagai filsfuf dan heraclitus sebagai filsuf yang paling dekat dengannya dalam sejarah filsafat. Menurut filsafat Heraclitus, dunia adalah permainan Aeon yang tidak bersalah yang dimainkan oleh aturan hukum dan keadilan. Apakah seluruh dunia adalah proses dan bukan tindakan menghukum hybris?, rasa bersalah menjadi inti permasalahan dan dunia yang menjadi dan individualitas dibebaskan, meskipun akan menanggung akibatnya lagi. Namun, bagi Heraclitus dan Nietzsche, makna istilah 'hybris' dan tempatnya dalam konsepsi mereka masing- masing tentang dunia sama sekali berbeda.
Heraclitus menempatkan istilah ini dalam kaitannya dengan kurangnya kognisi manusia, meskipun tidak seperti yang dilakukan oleh Guthrie, yang mengklaim bahwa gagasan Heraclitus mengidentifikasi penyebab hybris dalam ketidakmampuan strata sosial yang lebih rendah untuk tetap rendah, yaitu dalam mengabaikan hukum- hukum yang disimpulkan dari hukum ilahi yang tidak dapat mereka lihat.