Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Bea Masuk Bawaan: Menambah Penerimaan Negara Atau Menambah Kantong Mafia Pajak?

28 Desember 2010   16:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:17 563 0

Berdasarkan peraturan menteri keuangan nomor 188 tahun 2010 : Menteri Keuangan menetapkan bea impor atas barang yang dibawa penumpang, awak sarana angkutan, dan pelintas batas, serta barang kiriman yang akan berlaku mulai 1 Januari 2011.Pengenaan bea masuk tersebut berlaku untuk barang bawaan yang nilainya lebih dari 250 US dollar per orang, sedangkan untuk keluarga batasannya 1000 US dollar. Tarif bea masuk yang akan dikenakan adalah selisih dari 250 US dollar untuk perorangan dan selisih 1000 US dollar per keluarga. Berdasarkan aturan ini, setiap penumpang dari luar negeri nantinya wajib memberitahukan barang-barang yang dibawanya dari luar negeri kepada pejabat Bea dan Cukai dengan menggunakan sistem CD (custom declaration). Para penumpang mengisi formulir CD tersebut yang berisi harga barang, berat barang dan jenis barang, yang selanjutnya barang tersebut akan diperiksa oleh petugas Bea dan Cukai di terminal kedatangan. Menurut Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan, aturan ini bertujuan untuk menambah penerimaan negara dan menjaga masuknya barang-barang impor.

Secara umum, pemberlakuan bea masuk/tarif memang mamberikan manfaat. Bagi negara, adanya bea masuk/tarif tersebut akan memberikan tambahan penerimaan negara, bagi produsen lokal (dalam negeri), adanya bea masuk akan memberikan proteksi untuk barang-barang produksinya agar tidak kalah bersaing dengan produk asing. Namun perlu kita telaah lagi bahwa pemberlakuan bea masuk untuk barang bawaan penumpang seperti sebuah kebijakan yang tidak masuk akal. Mengapa demikian? Selain merugikan penumpang sebagai konsumen dalam hal biaya, karena harus membayar pungutan untuk barang bawaannya yang mungkin saja hampir sama harga barang itu sendiri (misalnya seseorang membeli laptop dari Singapore seharga $2000, maka bea masuk yang harus dibayar adalah $1750 <$2000 – $250> sama dengan Rp. 17.500.000. Dengan nilai bea masuk sebesar itu orang tersebut bisa membeli satu buah laptop baru lagi...),  dari segi waktu penumpang sebagai konsumen juga dirugikan, pasalnya setelah tiba di bandara, penumpang harus mengantre panjang lagi untuk mengecek barang bawaannya di bagian Bea dan Cukai yang jelas akan memakan tenaga dan waktu yang lama mengingat betapa ruwetnya birokrasi bandara di Indonesia.

Di sisi lain, sistem penarikan bea masuk seperti ini akan menimbulkan celah baru adanya praktek bawah tangan atau sogok-menyogok atau lebih dikenal dengan pungutan liar. Sebagai ilustrasi, misalkan seorang penumpang membawa barang bawaan senilai $2000, berarti secara perhitungan dia dikenai pajak $1750 ditambah dikenai beban kerugian waktu untuk mengantre dan mengurus birokrasi. Tetapi, misalnya orang tersebut mempunya kenalan (link) di dalam birokrasi tersebut, kemungkinan besar dia akan memanfaatkannya dengan melakukan negosiasi untuk mendapatkan keringanan pajak dan juga jalan bebas hambatan alias tidak perlu mengantri panjang. Orang tersebut mendapatkan sepaket kemudahan, dan petugas yang menjadi link tersebut akan mendapatkan tambahan uang saku. Mengapa? Jelas,pajak yang lebih rendah dari yang seharusnya dibayarkan ini tidak akan masuk ke dalam daftar pemasukan pajak yang akan dilaporkan ke negara tetapi akan masuk kantong ke petugas bea cukai tersebut. Praktek seperti ini sudah lazim ditemukan di daerah-daerah yang menjadi tempat masuknya barang-barang import dari luar negeri, seperti bandara dan pelabuhan. Dengan kata lain, rencana pengenaan bea masuk bawaan ini, seperti membuka peluang untuk munculnya mafia-mafia pajak yang baru.

Jika pemerintah beralasan untuk menambah penerimaan negara dan sebagai proteksi produk dalam negeri, memang bukan sesuatu yang salah, namun pengenaan bea masuk bawaan seperti ini, menurut saya bukan jalan satu-satunya dan masih ada jalan lain yang lebih baik. Mengenakan bea masuk import boleh saja, tetapi lebih baik hanya pada barang-barang yang berkuantitas besar sehingga berpotensi untuk diperdagangkan, selain itu melindungi produsen dalam negeri bisa dengan meningkatkan kualitas barang itu sendiri agar bisa bersaing dengan produsen luar negeri, misalnya dengan memberikan kemudahan pinjaman modal dan kemudahan akses transfer teknologi agar produsen dalam negeri bisa mengunakan peralatan-peralatan yang lebih canggih dan modern dengan mengikuti standart dunia yang selalu berkembang. Sudah waktunya pemerintah berpikir lebih dewasa, memproteksi bukan bukan berarti berpikir bagaimana melarikan diri dari para pesaing, tetapi bagaimana menjadi lebih baik dari para pesaing. Untuk menambah penerimaan negara, pemerintah seharusnya lebih kritis dalam hal ini. Daripada mengurusi bea masuk yang targetnya hanya perorangan dan cenderung kecil jumlahnya, lebih baik pemerintah fokus pada objek pajak yang lebih strategis. Misalnya perusahaan atau lembaga-lembaga yang cacat hukum, yang pemerintah tidak bisa memungut pajak dari perusahaan tersebut. Atau perusahaan-perusahaan besar yang telat bahkan tidak mau membayar pajak dengan memberi pelicin pada petugas (seperti kasus gayus). Seharusnya hal-hal seperti itu yang menjadi fokus pemerintah untuk segera ditertibkan.

sumber : kompas.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun