Pada tanggal 6 hingga 9 lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi pameran agroindustri halal terbesar di dunia bernama Malaysia Internasional Halal Showcase (MIHAS) yang senantiasa diadakan secara konsisten oleh Malaysia. Pameran ini sungguh luar biasa dimana dari tahun ketahun dimana saya mengunjunginya selama tiga tahun berturut-turut mengamati perkembangan produk-produk halal yang dipamerkan. Jika kita berpikir mengenai halal tentunya kebanyakan orang akan berpikir mengenai terbebasnya dari unsur babi dan najis pada makanan yang kita konsumsi. Padahal konsep halal itu tidak sedemikian sempit. Melalui MIHAS ini, mata kita dibelalakkan pada betapa jauh agroindustri halal telah melangkah. Malaysia tekah berhasil mennularkan obesesinya untuk mengedepankan konsep halal sebagai konsep mutu tertinggi. Bagaimana tidak tertinggi, produk halal harus terjamin keamanan dan kesehatannya dari bahan baku hewan atau tumbuhan ketika masih hidup harus diperhatikan kesejahteraannya, pemotongan, pengolahan, distribusi hingga penyajiannya di atas meja makan maka harus dijamin ke halalannya. Selain makanan, MIHAS juga membuka mata kita bahwa yang dijadikan komoditas halal bukan saja sekedar makanan dan minuman, tetapi jauh dari pada itu. Produk halal meliputi produk manufaktur dan jasa. produknya melingkupi makanan, minuman, kosmetik bahkan obat-obatan yang selama ini kita tidak pernah memperhatikan kehalalannya. Di industri jasa juga halal ternyata memiliki peluang yang sangat tinggi untuk dikembangkan. Tentunya banyak orang awan yang akan mentertawakan dan mempertanyakan, mengapa jasa juga termasuk hal yang harus selaras dengan konsep halal. Contohnya industri jasa yang bergerak dalam bidang distribusi atau ritel. Dalam konsep syariah Islam, adalah haram mencampuradukkan bahan baku halal dengan yang haram. Coba bayangkan ketika kita berbelanja daging di supermarket, apakah kita yakin bahwa keranjang yang kita pergunakan bukan keranjang yang juga digunakan konsumen lain untuk berbelanja daging babi? atau ketika kita memesan makanan di restoran, apakah kita yakin bahwa wajan yang digunakan sebelumnya tidak pernah digunakan dalam proses pembuatan makanan yang tidak halal? Selain itu yang masih awam bagi masyarakat muslim Indonesia adalah penggunaan kosmetik atau obat-obatan yang digunakan. Apakah kita yakin bahwa produk-produk tersebut terbebas dari bahan haram khususnya babi? apakah cangkang kapsul yang kita makan benar-benar bukan dibuat dari gelatin babi? untuk itulah kesadaran akan konsep halal harus benar-benar dipahami agar tidak melanggar hukum syariah. Kembali ke MIHAS yang telah diadakan selama delapan tahun berturut-turut dimana ini merupakan barometer perkembangan bisnis halal dunia. Apakah selama ini kita bertenang diri karena negara kita adalah negara dengan komponen penduduk muslim terbesar di dunia sehingga tidak perlu begitu serius terhadap bisnis halal karena kita tidak kesulitan mendapatkan produk halal? Â Jika berpikiran begitu tentunya adalah suatu kekeliruan besar. Ketika kita melihat keluar, ternyata yang serius menekuni bisnis halal ini adalah negara-negara maju. Di ASEAN pelaku bisnis halal utamanya adalah Malaysia, Brunei Darusallam dan Thailand. Betapa mengejutkan bahwa Thailand masuk kedalam pelaku bisinis halal utama di dunia meskipun mayoritas penduduknya beragama Budha? Thailand melihat halal sebagai peluang bisnis, bukan dari sudut oandang tradisional yang memandang hanya dari sudut relijius. Dengan insting bisnis yang kuat Thailand menjadi pemasok produk makanan halal yang maju bersama Malaysia sebagai pemasok pasar Timur Tengah dan Eropa.Bahkan sejak C-AFTA diberlakukan, kita sudah dengan sangat mudah menemukan produk-produk mereka di supermarket-supermarket dekat rumah kita. Luar biasa! Lebih mengejutkan lagi, dari pameran MIHAS ini, negara-negara yang tampil sungguh-sungguh adalah negara-negara non-muslim seperti Belgia, Autralia, Selandia Baru, Brazil, Perancis, Inggris, China, Jepang, Singapura dan India. Negara-negara tersebut sungguh-sunggguh menyiapkan segala keunggulannya untuk masuk dalam bisnis halal. Belgia misalnya, masuk dengan produk-produk makanan terutama minuman dan coklat halal yang masuk dengan merek internasional. Sementara Brazil, India, Australia dan Selandia Baru siap dengan pasokan daging halal yang berkualitas tinggi. Sementara Jepang menyiapkan berbagai produk kosmetika halal yang menjanjikan, China menyiapkan permesinan yang mendukung industri pengolahan halal. Sementara Belanda dan Singapura, sama-sama negara kecil dengan infrastruktur logistik terbaik di dunia ini selain mempersiapkan produknya, mereka lebih berkonsentrasi untuk mengembangakan pelabuhan yang mampu mengakomodir produk-produk halal atauÂ
Halal Port. Dari sudut perusahaan mulitinasional, sudah banyak sekali perusahaan yang memiliki perhatian terhadap produk halal. perusahaan-perusahaan ini meyakini bahwa memenuhi konsep halal adalah bagian dari upayanya memenuhi kepentingan dan kebutuhan  konsumen. Sebut saja KFC, perusahaan ini berkembang menjadi perusahaan berbasis ayam yang mencakup peternakan, distribusi hingga restoran cepat saji terbesar di dunia sudah sadar penuh akan kehalalan produknya. Selain itu perusahaan besar lainnya seperti Nestle, Ajinomoto, Indofood, Mc Donalds, Pizza Hut dan lain-lain sudah memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya keterjaminan produk halalnya. Kemudian Bagaimana dengan kondisi bisnis halal di Indonesia? tunggu posting berikutnya ya :)
Ditulis oleh Dwi Purnomo
KEMBALI KE ARTIKEL