Gaya hidup yang seperti itu secara otomatis mengkonsumsi daya tahan tubuh serta kesehatan saya. Berbagai gejala penyakit ringan pun telah saya anggap sebagai asupan sehari-hari saya. Menyikapi hal tersebut keluarga saya tak henti-hentinya mengingatkan saya agar selalu menyisipkan bulir-bulir vitamin ke dalam tubuh saya yang semakin lama semakin melawan undang-undang “sehat”. Setelah menenggak segelas air putih dan sebutir vitamin C yang saya beli di apotek di ruko di area perumahan, saya pun kembali siap bekerja “rodi”. Tetapi anehnya setiap malam saya selalu merasa panas tubuh saya meningkat, dan ini terus mengganggu benak saya. Kenapa ini? Ada apa dengan saya?Keluarga saya pun dengan santai menjawab, “itu karena kamu selalu bekerja tak henti-henti..” oh ternyata workaholic maksud mereka.
Serangan influenza pun terus saya terima. Gejala hidung buntu dan hidung meler sudah menjadi santapan saya tiap malam. Hal itu membuat saya terus menggenggam sebuah inhaler produksi local yang digunakan untuk melegakan hidung yang tersumbat. “srooot..srooot” Saya menghirup inhaler tersebut..dan “aaaahhh lega”. Sebuah kebiasaan solusi kerja. Suatu ketika dikala serangan itu datang lagi, sebuah serangan baru pun menggempur saya, “PANAS TUBUH!!!”. Waah…ada lagi. Tindakan spontanitas pun saya lakukan, “srooot..srooot”...dan “aaaaah lega”. Saya melakukan tindakan beberapa kali dan apa yang terjadi? Panas tubuh saya menurun. Saya tidak merasakan lagi serangan panas tubuh atau seperti yang orang Jawa selalu sebut sebagai “sumer”. Semenjak itu, jika saya merasakan panas tubuh meningkat, saya selalu menghirup inhaler saya..dan voilaa…panas ngaciiiiir. Harap diperhatikan bahwa inhaler tersebut tidak untuk digunakan pada penderita dengan umur di bawah 5 tahun.