Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Hambalang: Anas Difitnah, Andi Tersangka

10 Desember 2012   05:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:55 1245 1
Melalui Surat Perintah Penyidikan No: Sprin.Dik 046/01/12/2012, tanggal 03 Desember 2012, Menteri Pemuda dan Olahraga, yang sekarang sudah menjadi mantan, Andi Mallarangeng ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi Proyek Pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Jawa Barat.

Meski bukan kewajiban hukum, pengumuman atas penetapan status Tersangka pada Andi Mallarangeng oleh Wakil Pimpinan KPK, berbeda dari biasanya. Dalam penetapan status tersangka, biasanya pimpinan KPK menyampaikan terbuka dan membacakan (minimal) Surat Perintah Penyidikannya. Saya tidak berburuk sangka.

Tapi, melihat betapa kasus ini sudah menjadi perbincangan dan perdebatan di ranah publik dan menimbulkan banyak spekulasi opini, penetapan tersangka atas Andi Mallarangeng, menurut saya, makin memastikan bahwa apa yang disampaikan atau yang dituduhkan oleh Mohammad Nazaruddin, mantan Bendum Partai Demokrat yang dipecat, terhadap Anas Urbaningrum adalah dusta dan fitnah belaka!

Fakta persidangan dan konstruksi kasus menunjukkan bahwa para penyelidik dan penyidik KPK telah berada dalam track yang betul. Tidak terpengaruh tekanan publik atau penggiringan opini yang selama hampir dua tahun, menjadi serangan-serangan politik terhadap diri Anas Urbaningrum.

Saya mencatat dan merekam perjalanan kasus ini sejak dimulainya persidangan sebagai sebuah pengkajian hukum. Konstruksi dan fakta persidangan, dari awal memang sudah menunjukkan bahwa dalam kasus Wisma Atlet dan Hambalang, justru Nazaruddin-lah yang memiliki peran.

Khusus untuk Hambalang, beberapa fakta di persidangan secara jelas menunjukkan bahwa konstruksi waktu kejadian berlangsung justru pada saat Anas Urbaningrum tidak menjadi pejabat negara.

Tepatnya, setelah Anas Urbaningrum mundur sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR setelah memenangi Kongres Partai Demokrat sebagai Ketua Umum. Untuk me-review lagi perjalanan kasus ini, silakan baca kembali tulisan saya sebelumnya:

http://hukum.kompasiana.com/2012/05/23/kisah-nazaruddin-marah-karena-gagal-dapat- hambalang-1-465080.html

http://politik.kompasiana.com/2012/05/24/siapa-terima-rp-10-m-nazaruddin-untuk- hambalang-2-465361.html

http://politik.kompasiana.com/2012/05/28/makin-terang-anas-tak-terkait-hambalang-3- 466524.html

Selanjutnya, terkait kasus Hambalang, Nazaruddin juga tak berhenti menuduh dan memfitnah Anas Urbaningrum. Fakta yang berasal dari dokumen maupun saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan, justru menunjukkan hal yang berbeda. Saya sudah menuliskannya beberapa waktu lalu, jauh sebelum ditetapkannya dua tersangka dalam kasus ini. Silakan baca kembali:

http://politik.kompasiana.com/2012/06/05/uji-kebohongan-nazaruddin-soal-anas-vs-dokumen- hambalang-1-468441.html

http://politik.kompasiana.com/2012/06/06/uji-kebohongan-nazaruddin-soal-anas-vs-ilc-2- 468695.html

Yang menarik, pada Sabtu malam Minggu kemarin, saya sempat melihat OC Kaligis kembali membuat buku. Isinya, semua tuduhan Nazaruddin terhadap Anas Urbaningrum. Salah satu yang disebutkan adalah soal kepemilikan mobil yang dibuktikan melalui fotocopy BPKB atas nama Anas Urbaningrum. Tentu, bagi yang tidak mengikuti atau tidak mendapat copy dari BPKB itu, bisa jadi akan percaya.

Namun, saat pengadilan Nazaruddin digelar dan fotocopy itu dibagikan, terlihat jelas bahwa ada kesalahan fatal di BPKB itu. Yaitu, alamat Anas Urbaningrum disebutkan berada di Jakarta Selatan. Padahal, Anas Urbaningrum tinggal di Jakarta Timur.

Kesalahan atau pemalsuan? Bagaimana mungkin sebuah dokumen fotocopy dengan kesalahan yang sangat fatal bisa digunakan sebagai bukti untuk memfitnah seseorang?

Yang jelas, penetapan status tersangka atas Andi Mallarangeng dalam dugaan korupsi Proyek Pembangunan P3SON di Hambalang, juga adanya persidangan terhadap Terdakwa Korupsi pembangunan PLTS tahun 2008 Neneng Sri Wahyuni, istri Nazaruddin, makin menunjukkan bahwa memang ada pihak-pihak yang secara sistematis dan massif, membangun opini untuk menjatuhkan Anas Urbaningrum.

Fakta lain di luar hukum juga sangat menjelaskan, bahwa dalam Kongres Partai Demokrat, sudah jelas Andi Mallarangeng adalah rival atau kompetitor Anas Urbaningrum. Sungguh, sulit menjelaskan bagaimana dalam sebuah kompetisi politik, dua orang yang berseteru bisa berada dalam satu peristiwa hukum yang bersamaan?

Inilah fakta betapa hukum di negeri ini, memang masih sulit untuk ditegakkan. Kepentingan politik dan penguasaan atas media dan ruang publik, secara massif dan terus menerus bisa digunakan untuk mereduksi proses hukum yang sesungguhnya.

Melalui penyebaran fitnah dan kebencian secara massif, melalui rekayasa bukti-bukti palsu, sampai rekayasa debat-debat publik yang tendensius dibangun untuk menghancurkan seseorang, dan mensenyapkan siapa pelaku yang sesungguhnya dalam sebuah tindak pidana. Satu hal yang paling substansial dalam hukum adalah: mencari fakta material!

Tentu, fakta material bukan asumsi. Bukan dugaan. Apalagi ilusi atau halusinasi yang dibangun untuk tujuan mensenyapkan pelaku pidana yang sesungguhnya.

Dalam teori hukum, ini dikenal sebagai shadow of doubt. Atau, mengalihkan suatu peristiwa hukum melalui kebisingan opini ke pihak yang lain untuk menyamarkan perbuatan pidana!

Hambalang, belum selesai. Dua tersangka masih dalam proses penyidikan. Dan, Undang- undang KPK tidak mengenal SP-3 (Surat Perintah Penghentikan Penyidikan). Artinya, kepada siapa yang telah ditetapkan sebagai tersangka, akan terus diproses sampai di penuntutan dan persidangan.

Tentu masih menarik untuk mencermati proses hukumnya. Tentu saja, mengamati bagaimana opini-opini baru akan dimunculkan untuk memfitnah atau menyerang.

Yang jelas: kebencian, kesombongan dan pengetahuan yang dangkal adalah racun bagi logika. Jika dipelihara, dia akan membunuh hati dan nurani. Naudzu billahi min dzalik...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun