Â
Aku tak mungkin menilai seseorang secara sepihak. Analoginya penampilan pun berperan penting.
"Menurutmu, apa yang dilakukan orang itu, seorang wanita yang baru saja keluar dari bank milik pemerintah?"
"Tentu saja melakukan transaksi di bank tersebut. Terlihat jelaskan, kalau tidak mengambil uang mungkin mengajukan pinjaman atau hal lainnya."
"Kau kali ini salah besar Mikael."
Perbincanganku dengan iblis membuka penglihatan wawasanku. Kuakui sebelumnya aku tak begitu pandai dalam menilai karakter seseorang dan aku bukan tipikal orang yang suka mengutak-ngatik urusan pribadi seseorang.
"Lihatlah lebih dalam. Bukankah aku sudah pernah mengajarimu? Tolong asah kepekaanmu."
"Wanita itu memang secara fisik ia baru saja keluar dari bank. Tapi apa kau tahu Mikael apa yang sebenarnya terjadi?"
"Lihatlah lebih dalam. Jangan kau lihat keramahannya saat bertegur sapa, jangan kau lihat aura hangat yang memancar dari tubuhnya. Lihatlah lebih dalam Mikael ...."
"Aku tak mengerti iblis. Yang jelas itu bukan urusanku. Bukan urusan kita, bukan urusan kau dan aku. Ayolah ... jangan buang-buang waktu kita hanya untuk hal yang tidak penting ini iblis."
"Mikael! Kau berargumen denganku, kau sering mendebatku bilamana pemikiranku tak sejalan denganmu. Kau selalu bilang, logikanya. Logikanya. Selalu itu yang kau katakan. Aku bosan mendengar sanggahanmu. Mengapa kau belum juga mengerti Mikael. Aku bertanya padamu."
"Aku ... tidak bermaksud menyinggungmu iblis. Maaf, maafkan aku iblis."
"Kujelaskan, kuberitahu secara singkat ia, wanita yang terbilang ramah tersebut baru saja melakukan tindakan kriminal terselebung. Menarik uang yang bukan haknya dengan tipu muslihat; sebuah tanda tangan palsu. Terlintaskah dibenakmu."