Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Enam-enam

17 Agustus 2011   14:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:41 126 1
"99?"

"Bukan!"

"96?"

"Bukan!"

"69?"

"Wow! Apa itu? Ehmm... Hei..., kenapa kamu senyum-senyum? Stop berpikiran ngeres! Karena itu juga bukan!"

"66?"

"Ya, betul! Sekarang waktunya 66."

"Posisi depan - belakang?"

"Sekali lagi stop berpikiran ngeres! Berhentilah dulu sebentar, melambangkan angka-angka itu terhadap aktifitas kesukaan kita ini. Kita harus berhenti dulu sebentar memikirkan hobi yang menyenangkan itu dari pikiranmu, juga dari pikiranku. Karena 66 yang sekarang ini berbeda dengan yang sudah-sudah. Lalu apakah 66 yang dimaksud itu? Oh...! Ternyata itu adalah hari peringatan! Peringatan apa? 66 tahun hari jadi negeriku! Tepat pada tanggal ini! Tujuhbelas Agustus duaribu sebelas!"

Dari dulu hingga sekarang, orang bilang; Dirgahayu Republik Indonesia.

Saya bilang; DI Rumah sang GAruda, HAYU kita menuju ke keadilan dan kemakmuran.

Koruptor bilang; Terimakasih, pahlawan! Terimakasih telah memindahkan kekuasaan atas Indonesia dari Belanda, Inggris dan Jepang kepada kami.

Dari dulu hingga sekarang, orang bilang; Itulah hari kemerdekaan kita.

Saya bilang; Memangnya kita sudah merdeka? Kok saya jadi tambah miskin?

Koruptor bilang; Terimakasih, The Founding Fathers. Kalian telah membiarkan kami untuk membuka jalan kami sendiri, agar bisa mengambil kekayaan Negara ini.

Dari dulu hingga sekarang, orang bilang; Hari merdeka nusa dan bangsa.

Saya bilang; Siapa yang merdeka? Nusanya siapa? Bangsanya siapa?

Koruptor bilang; Gue yang merdeka! Merdeka untuk mencuri dan bebas dari hukum! Itu nusa, nusa gue! Ini bangsa, bangsa golongan gue!

Dari dulu hingga sekarang, orang bilang; Hari lahirnya bangsa Indonesia.

Soekarno bilang; Selamat datang di gerbang emas kemerdekaan Indonesia.

Saya bilang; Maafkan saya, orang-tua, anak-anak saya dan sebagian besar rakyat Indonesia, Pak. Karena kami belum menemukan gerbang emas kemerdekaan itu.

Koruptor bilang; Gerbang emas kemerdekaan itu sudah menjadi milik kami! Dan kalian..., rakyat Indonesia pada umumnya, tidak akan kami perbolehkan untuk melewatinya! Sampai kapanpun! Camkan itu, hei... rakyat bodoh! Karena, jika kalian yang makmur, maka kami tidak bisa kaya-raya. Dan itu adalah bencana bagi kami. Oleh karena itu, kami tidak mau mengalami hal itu. Maka kami timpakan bencana kemiskinan untuk kalian. Sebaliknya, anugerah kekayaan untuk kami. Dan untukmu, Soekarno. Bung memang sudah harus pergi, selagi kami-kami ini nimbrung lahir kala itu, untuk mencuri.

17 - 8 - '45.

Apa ya, maksud dari angka-angka ini?

Tujuhbelas Agustus tahun seribu sembilanratus empatpuluh lima, hari proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Ya, semua orang juga tahu. Bahkan si koruptor, dari jaman dulu sampai sekarang, saat dalam keadaan sakaratul maut hebat yang sangat menyakitkan pun dia bisa tahu, bahwa itu adalah hari kemerdekaan kita. Dia Masih bisa menjawabnya, kalau ditanya. Karena saking hafalnya dengan tanggal keramat itu. Yang mana, jumlah bilangan angka-angkanya itu telah digunakan untuk pembentukan lambang NKRI - Garuda Pancasila. Juga digunakan untuk penentuan jumlah personil paskibraka. Bahkan ada beberapa dari rakyatnya pun juga berspekulasi mencari makna-makna baru dari angka keramat tersebut.

Namun, selagi asyik-asyiknya saya memikirkan penggunaan makna dari angka-angka itu, kok tiba-tiba terlintas sesuatu yang kotor dalam pikiran saya, ya? Berputar-putar dengan nakal dalam imajinasi saya dan tidak mau keluar. Sehingga saya pun secara sok-sok'an, berani mengambil kesimpulan ngawur dengan seenaknya, bahwa sebenarnya angka-angka unik ini juga punya arti perlambangan untuk saya.

"Lho, kok bisa?"

"Ya, bisa saja! Memangnya kenapa? Karena ini juga sesuai dengan kondisi fisik saya, kok? Yaitu; Hidup? 17 senti! Mati? 8 senti! Lamanya? 45 menit!"

"....................? ....................? ....................?"

"Lho, Kenapa? Apa ada yang salah dengan property saya, ya? Terlalu besar, ya? Apa kurang besar? Terlalu lama, ya? Apa kurang lama? Ehh...! Jangan-jangan ini... Jorok, ya!?

Wuaaahhhh...! Benar! Ini pikiran jorok! Ini pikiran kotor! Ini pikiran kurang ajar! Ini pikiran yang tidak tahu diri! Ini pikiran yang keterlaluan! Kok bisa-bisanya saya berpikiran kotor seperti itu? Iseng-iseng mempelesetkan secara jorok, hari paling bersejarah bagi bangsa Indonesia itu? Ini benar-benar bodoh dan konyol! Maafkan saya, Indonesia. Mungkin saya terlalu lama hidup dalam kemiskinan, terlalu lama tidak kreatif dan tidak produktif, karena saya sulit mendapatkan kesempatan itu di Negara ini. Sehingga pikiran saya ngelantur kemana-mana, hingga ke situ.

17 - 8 - 2011.

"Saya ucapkan; "'Met ultah ke - 66, Endonesa. Semoga panjang umur dan sukses selalu."

"Lho? Kok bilangnya Endonesa?"

"Ya! Karena saya tidak bisa bilang Indonesia."

"Lho? Kok ucapan selamatnya standar? Hanya begitu saja seperti ucapan ulang tahun biasa?"

"Ya, memang begitu! Karena saya tahunya, ya cuma itu!"

"Kalau teman saya, si espass alias si eksekutif pass-passan, bilang; Ha... Be... De... Wish U all the best."

"Kalau teman saya, si ube alias Ustadz Benny, bilang; Happy Milad. Semoga Allah meridhoi bangsa ini. Amin."

"Sudah tua?"

"Belum. Masih terlalu muda untuk ukuran usia sebuah Negara. Namun bukan berarti bisa dijadikan alasan untuk belum menjadi Negara maju, adil dan makmur."

"Lho, kenapa?"

"Jerman dan Jepang sanggup bangkit menjadi Negara maju dalam waktu 25 - tahun sejak kalah perang. Korea Selatan yang merdekanya 5 - tahun di belakang Endonesa, sekarang sudah menjadi Negara maju."

"Merdeka?"

"Tidak juga."

"Lho, kok tidak juga? Bukankah sudah 66?"

"Ya, betul sudah 66."

"Jadi, jelas sudah merdeka, bukan?"

"Saya tidak tahu. Tanyakan saja pada sang waktu, yang bernama tujuhbelas delapan empat-lima. Panggillah sang masa itu. Tanyakan padanya; Apakah benar bangsa ini sudah merdeka sejak hari dilahirkannya? Apakah benar bangsa ini sudah merdeka setelah tahun '66? Apakah benar bangsa ini sudah merdeka setelah tahun '96? Jika belum, mintalah padanya agar segera mempengaruhi saudaranya, si masa duaribu sebelas dan seterusnya. Supaya bisa mengarahkan dengan benar jalan sejarahnya, sehingga bisa menghantarkan bangsa Indonesia menuju ke kemerdekaan yang sesungguhnya. Merdeka dari segala hal! Dan terbebas dari segala penderitaannya! Atau tanyakan saja pada koruptor yang sudah lama 'merdeka' lebih dulu, jika ingin mengetahui jawaban versi lain dari arti merdeka."

"Tuan Endonesa, ini saya nyatakan agar tuan tahu, bahwa sebenarnya ingin sekali saya kibarkan 66 - buah bendera merah-putih untuk tuan hari ini, di hari peringatan dirgahayu tuan yang ke 66 ini, di depan rumah kontrakan petakanku. Namun tuan, jangankan sebanyak 66-buah bendera, sebuah pun saya tidak punya, tuan. Maafkan saya, tuan. Maafkan keteledoran dan kekurang-pedulian saya, tuan. Maafkan ketidak-mampuan saya dalam menyisihkan uang, tuan. Hingga sejauh ini saya tidak sempat membeli sebuah bendera merah-putihmu, tuan. Maafkan saya jika uangku yang sedikit ini lebih saya dahulukan untuk membela hidup keluargaku, dari pada menguatkan tekad untuk membeli benderamu, tuan. Maafkan kemiskinanku, tuan. Janganlah tuan anggap, bahwa rasa nasionalisme saya sudah luntur karena masalah bendera ini, tuan. Sama-sekali tidak, tuan."

"Dan juga agar tuan tahu, bahwa saya pernah ditampar oleh bapak saya, yang sudah almarhum sejak '95, karena pernah secara tidak sengaja, saya menjatuhkan benderamu saat hendak menaikkannya pada dirgahayumu yang ke - 43 pada tahun '88 dulu, tuan. Dengan sangat marah beliau mengatakan pada saya; Teledor kamu! Kamu tahu, tidak? Sang saka merah-putih itu tidak boleh menyentuh tanah walau seujung saja! Ngerti, kamu? Kamu tinggal memasang dan menaikkan bendera dengan baik dan benar saja tidak mampu! Ini sama-sekali tidak berat, kan? Tidak perlu kamu mengalami perang, kan? Untuk membela dan menghormati bendera ini? Sedangkan para pahlawan dulu berjuang, merdeka atau mati! Demi tegak dan berkibarnya sang saka merah-putih ini! Demi kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia! Kamu tahu, tidak? Bendera itu adalah merupakan lambang kedaulatan sebuah Negara! Sekali ditegakkan, maka tidak boleh menyentuh tanah! Ngerti, kamu? Menyadari hal itu, maka sejak saat itu tak pernah terjadi lagi kesalahan seperti itu dalam hidup saya. Begitulah tuan. Semoga tuan Endonesa berkenan."***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun