Dan banyak lagi saya rasa, para tokoh pejuang kita di era orde baru yang mengalami represi dan kepengecutan seorang penguasa tertinggi yang beritikad memertahankan status quo kekuasaan, sehingga harus menggunakan kekuatan militeristik yang keras dan jahat untuk meredam kritik dan protes kepada rezim tangan besinya.
Jika bukan seorang rezim yang ganas dan telengas dalam memerintah bangsa ini, lalu untuk apa harus banyak korban dan lalu muncul para pejuang demokrasi, baik melalui jalur kesenian, politik, hukum dan kebudayaan.
32 tahun berkuasa, tentunya sebuah logika yang masuk akal. Jika tidak dilengserkan dengan perjuangan hebat, tentunya akan rumit mengurai makna "demokrasi" itu di negeri ini.
Siapa berani bermimpi di zaman orba pada waktu itu ingin menjadi presiden, atau sebuah keinginan hendak mendirikan partai baru semisal?
Jangankan begitu, hanya mengkritik dalam joke ringan saja tentang kebijakannya yang otoriter itu, tanpa proses yang semestinya, langsung harus diredam dengan represif.
Kecuali bagi para penjilat-penjilatnya, tentunya akan aman dan nyaman bersama derak dan gerak keputusan dan kebijakannya. Jika seandainya kemudian sang rezim kini ingin dinobatkan dengan gelar pahlawan nasional sebagaimana pernah menjadi wacana, waaaa .... tentu menjadikan friksi.
Kalau Soeharto dianggap sebagai pahlawan, lalu bagaimana nilai, arti dan makna perjuangan seorang Rendra yang selama ini getir dan kenyang penderitaan semasa menjalani hidup sebagai seniman memerjuangkan cinta dan kecintaan pada hidup semasa zamannya si senyum maut itu berkuasa?