Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Pengertian Wakaf dan Jenis Wakaf

6 Maret 2024   11:53 Diperbarui: 6 Maret 2024   11:56 120 0
Wakaf adalah tindakan menahan suatu benda yang secara hukum tetap dimiliki oleh wakif (pemberi wakaf) untuk digunakan demi kebajikan. Hal ini dapat berupa harta benda, baik bergerak maupun tidak, serta uang. Terdapat empat rukun wakaf, yaitu wakif (pemberi wakaf), harta yang diwakafkan, pihak yang dituju untuk menerima manfaat dari wakaf, dan ikrar wakaf dari pemberi wakaf. Wakaf bertujuan untuk menyedekahkan manfaat atau faedahnya untuk kebajikan umat Islam, kepentingan agama, atau penerima wakaf yang telah ditentukan oleh pewakaf. Selain itu, wakaf juga dapat dilakukan untuk kepentingan umum. Dalam konteks Islam, wakaf memiliki dasar hukum yang kuat dan memberikan manfaat baik bagi pemberi wakaf maupun penerima manfaatnya.

Namun Para ahli fiqih berbeda dalam mengartikan wakaf menurut istilah, sehingga mereka berbeda dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut :

a. Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap di wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah "menyumbangkan manfaat". Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah "Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang".

b. Mazhaf Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakat tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadi menfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentu upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu susuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemelikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu memberikan manfaat benda secara wajar sedang itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).

c. Mazhab Syafi'I dan Ahmad bin Hambal
Syafi'I dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti : perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wakaf, hart yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh warisnya. Wakif menyalurkan menfaat harta yang diwakafkannnya kepada mauquf'alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksa agar memberikannya kepada mauquf'alaih. Karena itu mazhab Syafi'i mendefinisikan wakaf adalah : "tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)".

d. Mazhab Lain

Mazhab Lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf'alaih(yang diberi wakaf), meskipun mauquf'alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.
 
 Dasar Hukum Wakaf

a. Menurut Al-Quran

Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas.  Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:


"Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu." (Q.S. al-Baqarah (2): 267)

" "
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai." (Q.S. Ali Imran (3): 92)

" "
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Q.S. al-Baqarah (2): 261)

Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan harta yang diperoleh untuk mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu, ayat 261 surat al-Baqarah telah menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.



b. Menurut Hadis

Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab  ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi  menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.

Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; "Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: "Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya." Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan."

Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah;

:

 "Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya,  dan anak soleh yang mendoakannya."

Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma') menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.

Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.

 Rukun dan Syarat Wakaf

a. Rukun Wakaf
Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut- Thalibin menjelaskan bahwa rukun wakaf ada empat rukun yang harus dipenuhi dalam berwakaf:

1. Al-waqif (orang yang mewakafkan),
2. Al-mauquf (harta yang diwakafkan),
3. Al-mauquf 'alaih (pihak yang dituju untuk menerima manfaat dari wakaf tersebut),
4. Shighah (lafaz ikrar wakaf dari orang yang mewakafkan).

Muslim yang berwakaf tak hanya mendapatkan pahala saat menyerahkan wakaf, tapi akan terus mendapat kucuran pahala meskipun pewakaf tersebut sudah meninggal dunia...

b. Syarat-Syarat Wakaf

1. Syarat-syarat Orang yang Berwakaf (Al-Waqif):

a. Memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada siapa yang ia kehendaki.
b. Berakal. Tidak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
c. Berusia balig dan bisa bertransaksi
d. Mampu bertindak secara hukum (rasyid).

2. Syarat-syarat Harta yang Diwakafkan (Al-Mauquf).

Harta yang diwakafkan itu sah dipindahmilikkan, apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :

a. Harta yang diwakafkan itu harus barang yang berharga.
b. Harta yang diwakafkan itu harus diketahui dan ditentukan bendanya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik tidak sah.
c. Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Tidak boleh mewakafkan harta yang sedang dijadikan jaminan atau digadaikan kepada pihak lain.
d. Harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai').

Adapun jenis benda yang diwakafkan ada tiga macam:

a. Wakaf benda tak bergerak (diam), seperti tanah, rumah, toko, dan semisalnya. Telah sepakat para ulama tentang disyariatkannya wakaf jenis ini.
b. Wakaf benda bergerak (bisa dipindah), seperti mobil, hewan, dan semisalnya. Termasuk dalil yang menunjukkan bolehnya wakaf jenis ini adalah hadits:
"Adapun Khalid maka dia telah mewakafkan baju besinya dan pedang (atau kuda)-nya di jalan Allah Ta'ala" (HR Al-Bukhari dan Muslim)
c. Wakaf berupa uang.

3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih).

a. Penerima ditentukan pada pihak tertentu (mu'ayyan), yaitu jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu'ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan lit-tamlik), maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf.

b. Penerima tidak ditentukan (ghaira mu'ayyan), maksudnya tujuan berwakaf tidak ditentukan secara terperinci, tapi secara global. Misalnya seseorang berwakaf untuk kesejahteraan umat Islam, orang fakir, miskin, tempat ibadah, dan lain sebagainya. Karena wakaf hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja, maka syarat penerima wakaf itu haruslah orang yang dapat menjadikan wakaf itu untuk kemaslahatan yang mendekatkan diri kepada Allah.

4. Syarat-syarat Shigah (lafaz ikrar wakaf)
a. Lafaz ikrar harus berisi kata-kata yang menunjukkan kekalnya wakaf (ta'bid). Tidak sah kalau ucapan wakaf dibatasi dengan waktu tertentu.
b. Ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.
c. Ucapan itu bersifat pasti dan jelas (sharih) yang berarti wakaf dan tidak mengandung makna lain.
d. Ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan di atas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

 Hukum Wakaf dalam Islam

Hukum wakaf adalah amalan sunah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Hal ini karena wakaf dianggap sebagai sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir, bahkan setelah orang yang mewakafkan hartanya telah meninggal dunia.
Dalam Al-Qur'an surah Ali 'Imran Ayat 92, Allah Swt. menyarankan untuk menginfakkan sebagian harta yang kita cintai sebagai salah satu bentuk kebajikan, yang artinya: "Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui."

Tidak hanya itu saja, wakaf juga termasuk ke dalam bentuk tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Oleh karena itu, wakaf adalah suatu amalan yang sangat disarankan, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah Ayat 2 yang artinya: "...Dan tolong-menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa..." Secara umum, wakaf dapat dilihat sebagai bentuk pengabdian terhadap Allah Swt. dalam membantu sesama umat manusia untuk meraih kebaikan dan ketakwaan.

 Jenis-Jenis Wakaf

Wakaf berdasarkan peruntukkan merupakan salah satu macam wakaf yang dilihat dari segi kemanfaatannya. Jenis wakaf ini dibagi lagi menjadi tiga, yaitu wakaf khairi, wakaf ahli, dan wakaf musytarak :

1. Wakaf khairi adalah wakaf yang digunakan untuk kebaikan yang terus menerus dan tahan lama. Pihak yang memberikan barang wakaf (wakif) mensyaratkan bahwa wakaf harus digunakan untuk menyebar manfaat jangka panjang, contohnya masjid, sekolah, rumah sakit, hutan, sumur, dan bentuk lainnya untuk kesejahteraan masyarakat.

2. Lalu, Wakaf Ahli merupakan jenis wakaf yang kebermanfaatannya ditujukan untuk keturunan wakif. Wakaf ini dilakukan oleh wakif kepada kerabat atau keluarganya, contohnya kisah wakaf Abu Thalhah yang membagikan harta wakaf untuk keluarga pamannya.

3. Kemudian, Wakaf Musytarak merupakan wakaf yang manfaatnya ditujukan untuk keturunan wakif dan masyarakat umum, contohnya yaitu yayasan yang berdiri di atas tanah wakaf, pembebasan sumur pribadi untuk digunakan oleh masyarakat luas.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun