Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Ngobrol dalam Diam

14 Maret 2010   22:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:25 105 0
[caption id="attachment_93663" align="alignleft" width="300" caption="tautan aroma buih susu, kopi, dan coklat mewakili semua kata"][/caption]

Dua orang sahabat bertemu lagi setelah berpisah 35 tahun lamanya. Di sebuah café mereka berbicara. Awalnya mereka seperti dua tokoh di panggung boneka. Geraknya patah-patah dan kaku. Waktu seakan mengeraskan sendi-sendi mereka. Sesudah lelaki itu memesan cappuccino dan wanita itu memesan coklat panas, kata-kata mencair dalam mulut mereka. Sendi dan otot merekapun lebih luwes karena terhangati. Otot wajah bisa tersenyum tertawa.

Lali-laki itu mulai berkata-kata walau barupada teguk kedua cappuccino-nya: “bla bla bla dan blab bla … “

Mata dan bibir wanita itu memberi isyarat bahwa dia ingin bicara. Tetapi laki-laki itu tetap pada ceritanya. Pada isyarat yang kedua, laki-laki itu sadar dan berkata:

“Oh maaf tadi mau berkata apa?”

“Oh … selesaikan dulu saja…” senyum mengembang dalam kebun wajahnya. Lalu laki-laki itupun terus bercerita: “bla bla bla dan bla bla bla …”

Kembali mata wanita itu membinar dan bibirnya sedikit terbuka bersiap untuk bicara. Ini isyaratnya yang ketiga.

“Oh maaf … ini giliranmu bercerita…” kata laki-laki itu. Keduanya saling pandang. Wanita itu tersenyum:

“never mind, nggak jadi saja …” Lalu mereka berdua terdiam, masih dalam senyum dan saling pandang.

Memang kata-kata tak akan cukup merangkum 35 tahun. Bau kopi, buih susu, dan coklat bertaut mengambang di udara dan mewakili semua kata-kata, jujur tanpa kebohongan, tanpa kepalsuan, tanpa bualan.

***

(memoar obrolan dalam diam)

ilustrasi diunduh dari image bank

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun