Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kaum Perempuan Bukan Subyek Kekerasan

30 Januari 2014   14:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:19 70 0
Membaca berita tentang seorang anggota DPRD Kabupaten Lampung Timur, berinsial KI, bersama 10 rekannya yang diduga menculik dan memperkosa seorang perempuan remaja berumur 14 tahun, warga Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, pada Desember 2013 silam, membuat bulu kuduk merinding, bersamaan dengan amarah dan kegeraman yang luar biasa. Bagaimana, seorang gadis remaja diperkosa beramai-ramai dan salah satu pelakunya adalah seorang wakil rakyat, yang seharusnya memiliki moral yang tinggi. Walaupun saat ini, kasus dugaan pemerkosaan itu telah dipegang pihak Kepolisian, namun kasus ini patut untuk dikawal agar bisa tuntas dengan hukuman seberat-beratnya pada seluruh pelaku, khususnya yang berstatus sebagai wakil rakyat tersebut, apabila terbukti. Kita sama-sama tahu bahwa advokasi secara hukum dalam kasus semacam ini sangat penting, khususnya terkait dengan korban. Bagaimana membangun kepercayaan diri korban pemerkosaan untuk melapor kepada aparat hukum, di mana hal ini seringkali dianggap oleh korban sama saja membuka apa yang dirasakan sebagai aib luar biasa dalam hidupnya, menjadi satu kesulitan tersendiri namun menjadi sebuah keniscayaan dalam proses advokasi itu. Lalu juga sangat penting untuk memberikan penanganan terkait dengan kondisi psikologis korban yang pasti mengalami trauma sangat berat dan akan mempengaruhi hidupnya ke depan. Mengaca dalam kasus ini, bila memang terbukti, mengerikan sekali saat wakil rakyat yang terhormat, yang dipilih oleh rakyat untuk menjadi wakilnya, tidak memiliki moral dan hati nurani seperti itu. Bagaimana mungkin dengan kemungkinan melakukan perbuatan sangat tercela yang bersangkutan bisa menjadi calon legislatif dan mendapatkan suara dari rakyat? Seorang wakil rakyat yang seharusnya menjadi tauladan bagi rakyat, justru melakukan perbuatan sangat tercela seperti itu, ini sulit diterima oleh akal sehat siapapun. Ya, walau siapapun yang melakukan perbuatan tercela itu, perkosaan adalah sebuah perbuatan yang selalu sulit diterima oleh akal sehat. Terkait dengan kasus perkosaan ini, kekerasan terhadap perempuan sangat marak terjadi di Indonesia, khususnya Lampung. Membaca data dari lembaga advokasi DAMAR, selama tahun 2013 tercatat ada 902 kasus kekerasan terhadap perempuan di Lampung. Dari angka tersebut, 246 kasus kekerasan terjadi di dalam rumah tangga. Artinya, dari angka 902 itu, setiap bulan terdapat 75 kasus atau 15 kasus per minggu dan jumlah tertinggi itu berada di Kota Bandar Lampung sebanyak 373 kasus atau 41,35 persen. Sedangkan pada tahun 2008, telah terjadi 206 kasus tindakan kekerasan terhadap perempuan yang didominasi kasus perkosaan, pencabulan, dan penganiayaan. Dari 206 kasus tersebut, kasus perkosaan mencapai 105 kasus, disusul kasus pencabulan 39 kasus, dan penganiayaan 32 kasus. Dari 206 kasus kekerasan pada perempuan pada 2008, hanya 54 kasus yang diselesaikan. Sebanyak sembilan kasus sudah diselesaikan lewat jalur hukum, sembilan kasus masih di tingkat kejaksaan, 18 kasus masih di tingkat kepolisian, tujuh kasus diselesaikan secara damai, dua kasus dicabut, dan sisanya dalam proses konseling. Ini menunjukkan betapa lambannya penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan dibandingkan dengan peningkatan terjadi kasus dan ini harus disikapi segera, agar ada solusi atas persoalan penting ini dari pihak terkait, seperti Pemerintah dan aparat penegak hukum serta masyarakat. Dari data di atas juga ditemukan bahwa kasus perkosaan justru lebih banyak dilakukan masyarakat dengan strata sosial dan tingkat intelektual tinggi. Mereka juga merupakan keluarga atau orang terdekat dari korban, bukan masyarakat di luar keluarga. Sedangkan korban terbanyak adalah pembantu rumah tangga (PRT). Ini menunjukkan banyaknya kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat Lampung diakibatkan karena mulai lunturnya tingkat kekerabatan yang dicemari sikap moralitas yang tidak baik. Hal tersebut juga menjadi bukti bahwa tingkat intelektual yang tinggi tidak selalu linier dengan moralitas dan perilaku yang baik. Menjadi ironi yang membuat kepala sakit jika kita melihat data tersebut. Bagaimana pada masyarakat Lampung masih saja terjadi perbuatan seperti itu, yang seolah menafikan betapa pentingnya posisi kaum perempuan dalam kehidupan mereka sendiri. Bahwa kecintaan terhadap sosok Ibu, seorang perempuan yang sangat dihormati, justru seperti tidak membekas dan tercermin pada cara bersikap terhadap kaum perempuan secara umum. Ini menjadi berbahaya bagi kelangsungan kehidupan moralitas dan etika di dalam masyarakat terkait dengan perlakuan terhadap kaum perempuan. Bahwa budaya patriarkis dan meremehkan keberadaan perempuan akan semakin menguat dan pada akhirnya kaum perempuan terus menerus menjadi subyek kekerasan dan ketidakadilan di dalam kehidupan masyarakat. Harus menjadi perhatian pada kaum perempuan itu sendiri untuk memperjuangkan masa depan kehidupannya di dalam masyarakat. Namun juga peran penting Pemerintah dan aparat penegak hukum terkait dengan perlakuan terhadap kaum perempuan dan tindakan melawan hukum terhadap perempuan, harus bisa menjadi perhatian serius, agar bisa berhenti atau minimal berkurang drastis. Sehingga kaum perempuan tidak merasa hidup di dalam ancaman dan ketakutan akan kekerasan yang bisa setiap saat mereka derita. Kemudian dari sisi tata aturan normatif yang diberlakukan sebagai hukum yang seharusnya bisa membentengi kaum perempuan dari tindak kekerasan, tidak boleh menjadi basa-basi yang implementasinya tidaklah sebaik kata-kata dalam perangkat hukum. Misalnya dalam menetapkan vonis hukuman pelaku tindak kekerasan terhadap perempuan, seharusnya selalu diberikan tingkat hukuman maksimal, agar ada efek jera dalam masyarakat. Tentunya dalam menetapkan vonis hukuman, hakim akan menyesuaikan dengan fakta hukum dan persepsi subyektif mereka terhadap level kekerasan yang dilakukan oleh pelaku. Namun begitu, diharapkan bagaimanapun kadar kejahatan pada tindak kekerasan terhadap perempuan ini, selalu diberikan hukuman maksimal pada tiap tingkat dan level kejahatannya. Dan pada akhirnya kita tidak ingin lagi menyaksikan terjadi transaksi di dalam proises peradilan yang bisa membuat pelaku mendapatkan hukuman yang sangat ringan dan tidak masuk akal jika dibandingkan dengan kejahatannya. Atau malah dibebaskan dengan memutarbalikkan fakta dan memainkan kebenaran. Sudah saatnya kita menyadari bahwa kaum perempuan merupakan aset penting dan salah satu faktor penentu yang sangat penting terhadap masa depan negeri ini. Bahwa kualitas setiap generasi yang hidup dan berkontribusi bagi masyarakat dan bangsa, selalu dipengaruhi oleh kualitas hidup kaum perempuannya. Untuk itu, memberikan dan memastikan kualitas hidup kaum perempuan sudah seharusnya menjadi perhatian serius dari para pengambil kebijakan melalui program-program pemberdayaan, perlindungan dan pembangunan kualitas hidup mereka.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun