Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Panggung Kehidupan 3

26 Februari 2014   21:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:26 48 0

Di Ujung Petogogan(sebuah kampung kumuh di Jakarta Selatan) saya menyusur gang-gang yang hanya bisa dilewati motor, saya sungguh suka dengan kampung seperti ini rasanya seperti sebuah petualangan yang mengasyikkan. Sebuah ketidakteraturan yang berlangsung lama dari kaum urban yang datang dari berbagai pelosok daerah untuk mengadu nasib di Jakarta. Di petogogan ini orang banyak menyebut kampung sawah. Mungkin sejarahnya dulu kampung ini adalah pesawahan. Sekarang jadi deretan rumah dengan lorong-lorong sempit. Yang paling kumuh adalah rumah di tepian sungai Krukut. Kali yang menyempit oleh gubug-gubug dengan kualitas bangunan sederhana bahkan kalau dikatakan rumah rasanya terlalu sederhana sebutan yang tepat ya Gubug. Selama bertahun-tahun mereka hidup dengan penghasilan pas-pasan. Ada yang jadi pedagang di pasar kuli bangunan bahkan preman Blok M. Jauh sebelum saya lahir kampung ini sudah hadir dalam kesemrawutan. Apalagi sekarang, pendatang banyak dan mereka memaksa diri hidup di tengah kota untuk berjudi dengan kehidupan. Setiap saat mereka harus waspada karena bila hujan dan banjir datang tiba-tiba barang-barang di rumah harus diselamatkan dari air yang akan menyapa mereka sewaktu-waktu. Tak tanggung-tanggung banjir bisa mencapai atap. Parah! Tapi yang saya tak habis pikir kenapa mereka nyaman-nyaman saja dengan banjir. Seperti rutinitas banjir akhirnya menjadi sahabat(dari keterpaksaan tentunya) Saya pernah mengalami khaos. Saat itu saya lagi jalan-jalan di gang sempit Petogogan. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Saat saya hendak lari menuju jalan Wijaya Banjir sangat cepat datang. Jalan Wijaya masih  cukup jauh. Banjir datang dari arah berlawanan dengan rute perjalanan saya. Di depan sudah ada barang seperti rongsokan tempat tidur bilahan kayu lauk dan sampah-sampah plastik. Air hitam pekat bercampur coklat datang seperti bandang. Orang-orang di sekitar bergegas menyelamatkan motor untuk ditaruh di mushola yang ada di dekat gang Bedeng. Di bawah jalan Wijaya I.Kalut pokoknya. Dengan tersengal-sengal menentang arus air akhirnya saya sampai jalan Wijaya. Sejak peristiwa mengerikan itu air tidak surut selama hampir 1 bulan penuh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun