Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Menyamar Atas Nama Ketertiban

29 Desember 2012   04:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:52 96 0
Ruas Jalan Nyi Raja Permas yaitu daerah di sekitar Stasiun Besar Bogor menata diri. Lampu-lampu ditata, kios pedagang dibuat kaku dan ditempel berbagai poster tentang potensi wisata dan sejarah Kota Bogor.

Di ruas jalan itulah tak lagi tampak angkutan umum yang mengetem, mencari penumpang. Semua dibuat tertib, dibuat rapi. Pejalan kaki dan pengguna sepeda merasa dihargai dengan perubahan ini. Langkah mereka tak lagi terganggu dengan riuhnya pedagang maupun supir-supir angkutan umum yang memberhentikan angkutannya di sembarang tempat.

Mungkin ketertiban dan kenyamanan sedang ditingkatkan oleh pihak pengelola Stasiun Besar Bogor. Hal yang luput dari pandangan adalah bagaimana nasib pedagang yang biasa menjajakan dagangannya di dalam stasiun? Sebagai contoh, pedagang koran yang biasa berjalan menyusuri peron dan gerbong hanya bisa berkeliling di pelataran dari pintu utama stasiun.

Wajah mereka terlihat lesu. Tak bisa dipungkiri, peraturan ini mengurangi keuntungan mereka, Mereka hanya bisa menjual koran pada penumpang yang melewati pintu utama. Suasana di peron 2 pun menjadi sepi. Mungkin ya, terlihat lebih bersih tapi rasanya ada sesuatu yang hilang.

Belum lagi saat seorang pria berjaket hitam dengan tas ransel besar yang ia bawa menutupi bagian depan tubuhnya. Ia memang nampak seperti penumpang. Kemudian ia berkata perlahan,"Mau beli koran?" kepada seorang wanita. Sungguh, apakah itu yang seharusnya terjadi?

Bahkan pria itu rela menyamar atas nama ketertiban yang sedang dibangun oleh pihak Stasiun Besar Bogor. Tidakkah ada solusi yang tepat bagi mereka? Inikah yang mereka artikan sebagai tertib?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun