Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa

"...North Sumatera Utara...."

4 Juni 2011   07:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:53 527 1
Berbahasa adalah salah satu dari cara manusia berkomunikasi. Beragam bahasa pun beredar di muka bumi ini. Namun bahasa inggris masih menjadi salah satu dari bahasa global. Keharusan memahami bahasa Inggris pun menjadi salah satu faktor kesuksesan. terbukti dari munculnya  puluhan bahkan ribuan kursus-kursus berbahasa inggris, mulai dari yang murahan hingga kelas jet set. Bahkan kemampuan berbahasa Inggris pun menjadi kebanggaan tersendiri. Nilai plus istilahnya bagi mereka yang mampu berkomunikasi dalam bahasa 'bule' ini. Hal ini juga ditunjukkan oleh Presiden kita yang terkadang terkesan 'tidak bangga' menggunakan bahasa resmi negara, Bahasa Indonesia. Namun terkadang, kesoktahuan akan bahasa Inggris ini menjerumuskan pejabat yang sok nginggris. Seperti yang dialami oleh Plt Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho. Dalam pembukaan Sumatera International Travel Fair (SITF) 2011 di Medan, Plt Gubsu mencoba untuk berpidato dalam bahasa Inggris. Kalau soal terbata-bata, saya juga mungkin demikian. Wong bukan bahasa ibu toh. Tapi yang paling memalukan, entah disadari atau tidak oleh para undangan yang terdiri dari pejabat daerah, para buyer dari luar negeri adalah kesalahan pengucapan yang dilakukan oleh Gatot. Dalam pidatonya, beliau mengantarkan betapa potensialnya Sumut. "bla..bla..bla North Sumatera Utara...."  Alahmak... hati saya langsung mencelos. Kenapa pula bapak ini sok nginggris. Kan mending berbahasa Indonesia saja, menunjukkan kebanggaan pada bahasa ibunya. Kepada seorang panitia, saya sempat bertanya, kok pakai bahasa inggris sih Plt Gubsu jika tidak bisa. Alasan yang dikemukakan panitia, mungkin untuk menghormati tamu yang dari luar negeri yaitu para buyer. Aduh, jika memang ingin menghormati tamu, kan bukan berarti harus berbahasa inggris? Dalam hati saya. Bukankah berbahasa Indonesia, dan memberikan ringkasan pidatonya yang ditulis dalam bahasa Inggris akan lebih terhormat. Toh para tamu bukannya ingin mendengarkan pidatonya, tapi ingin melihat potensi wisata di Sumatera khususnya Sumut. Saya langsung teringat mengenai UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, yang mengatur kewajiban seorang Presiden berpidato dalam bahasa Indonesia. Aturan itu kemudian dijabarkan secara lebih rinci dalam Perpres Nomor 16 tahun 2010. Perpres tentang penggunaan bahasa Indonesia dalam pidato resmi Presiden dan atau Wakil Presiden serta pejabat negara lainnya tersebut ditandatangani pada 1 Maret 2010 oleh Presiden SBY. Ada 17 pasal yang berisi tentang tata cara pidato seorang Presiden dan Wakil Presiden baik di dalam maupun luar negeri. Dalam Bab I diatur tentang pidato resmi pejabat negara di luar negeri. Sementara pasal 1 di bab tersebut jelas-jelas melarang seorang Presiden, Wapres atau pejabat negara lainnya berpidato dalam bahasa asing di luar negeri. "Presiden dan/atau Wakil Presiden menyampaikan pidato resmi dalam bahasa Indonesia di luar negeri," demikian bunyi pasal 1. Lalu bagaimana di dalam negeri? Dalam pasal 8, tercantum: "Presiden dan/atau Wakil Presiden menyampaikan pidato resmi dalam Bahasa Indonesia pada forum internasional yang diselenggarakan di dalam negeri." Sementara forum resmi yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah forum yang digelar oleh pemerintah Indonesia atau bersama dengan pemerintah negara lain, seperti PBB dan organisasi internasional lainnya. "Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan perlakuan yang sama dalam penggunaan bahasa terhadap Kepala Negara/Kepala Pemerintahan, Wakil Kepala Negara/Wakil Kepala Pemerintahan, Sekretaris Jenderal PBB/pimpinan tertinggi organisasi internasional yang melakukan kunjungan resmi ke Indonesia berdasarkan asas kedaulatan negara, asas resiprositas, dan kebiasaan internasional," demikian penegasan pasal 10 tentang kewajiban pidato dalam bahasa Indonesia. Dalam Perpres ini memang tidak diatur sanksi atau larangan bila ada pelanggaran. Namun karena aturan ini dibuat oleh Presiden, menurut pakar hukum hubungan internasional Hikmahanto Juwana, alangkah baiknya bila dipatuhi. Jika memang tidak sesuai lagi, Hikmahanto menyarankan agar ada amandemen. Nah ini kan peraturan untuk Presiden? Pasti ini kelitan baru lagi. Tapi jika Presiden saja diatur untuk menggunakan Bahasa Indonesia dalam kesempatan resmi, padahal kita tahu bahwa Presiden kita bisa berbahasa Inggris, lalu kenapa pula seorang Plt Gubsu harus memaksakan diri berbahasa Inggris, padahal bahasa Indonesia pun bisa. Entah kebanggaan atau kemunafikan, silahkan nilai sendiri. @anggrainilubis [caption id="" align="alignnone" width="468" caption="www.cantikgaul.tk"][/caption]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun