Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kenapa Kalianda Rusuh Lagi?

30 Oktober 2012   02:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:14 3044 0
Iklim di Kabupaten Lampung Selatan sama halnya dengan daerah lain di Indonesia. Iklimnya dipengaruhi oleh adanya pusat tekanan rendah dan tekanan tinggi yang berganti di daratan sentra Asia dan Australia pada bulan Januari dan Juli. Akibat pengaruh angin Muson, maka daerah Lampung Selatan tidak terasa adanya musim peralihan (pancaroba) antara musim kemarau dan musim hujan. Iklim ini menjadikan Lampung Selatan sangat cocok untuk berkebun ataupun bertani. Apalagi udara yang disebar oleh alam pegunungan Rajabasa membawa aroma alam kesejukkan yang mempesona. Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2011 berjumlah 1.079.791 jiwa, yang terdiri dari 553.330 jiwa laki-laki dan 526.461 perempuan. Berdasarkan data yang ada, penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis besar dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu penduduk asli Lampung dan penduduk pendatang. Penduduk asli Lampung khususnya sub suku Lampung Peminggir, umumnya berkediaman di sepanjang pantai pesisir, seperti di Kecamatan Penengahan, Kalianda, Katibung. Penduduk sub suku Lampung yang lain terserbar di seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan. (Sumber Data: http://lampung.bps.go.id, BPS Provinsi Lampung, Jl. Basuki Rahmat No. 54 Telukbetung Bandar Lampung 35215, Telp (0721) 484575, 482909, 474326, Fax (0721) 484329) Penduduk yang berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari bermacam-macam suku, seperti Jawa, Bali, Sulawesi, dan Sumatera. Besarnya penduduk Lampung Selatan yang berasal dari Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda, dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan. Hampir 60% penduduk adalah asli pribumi yang sudah menetap berpuluhan bahkan ratusan tahun, sedangkan sisanya adalah warga pendatang yang banyak berasal dari Bali, Jawa dan sebagian Sumatera Selatan. Sedangkan penduduk dari daerah lain yang tidak disebutkan di atas kecil sekali jumlahnya. Pada mulanya kehidupan bermasyarakat di Lampung Selatan sangat harmonis dan kondusif. Penduduk asli bisa menerima pendatang dengan tangan terbuka. Mereka bisa berinteraksi satu sama lain dengan menggunakn Bahasa Indonesia, sehingga Bahasa Daerah hanya dipergunakan untuk berkomunikasi dengan sesama saja. Bahkan tidak jarang terjadi perkawinan campuran antara penduduk asli dengan penduduk pendatang. Suasana alam yang sebagian besar dijadikan area pertanian membuat lingkungan yang asri semakin terasa. Dan Pemerintahan Lampung Selatan sudah jeli dalam mengelolah penggunaan lahan ini, terbukti Penggunaan lahan dibedakan menjadi : Lahan pemukiman, pertanian, hutan dan penggunaan untuk lain-lain seperti alang-alang, danau, semak, jalan, sungai maupun rawa pasang surut dan lain sebagainya. Tapi sebagai salah satu Kabupaten Tertua yang ada di Provinsi Lampung, harus diakui memang Lampung Selatan menjadi Kabupaten tertinggal di bidang pembangunan dibandingkan dengan Kabupaten lain yang ada di Provinsi Lampung, seperti Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Barat bahkan dengan daerah pemekaran seperti Pringsewu dan Tulang Bawang pun, Lampung Selatan sudah tertinggal. Kondisi ini membuat Pemerintahan yang baru sangat ingin memajukan Lampung Selatan supaya bisa setara dan bahkan meninggalkan Kabupaten lainnya. Namun, kemajuan yang diharapkan ternyata tidaklah mudah. Di awal tahun 2012 tepatnya tanggal 24 Januari 2012 Lampung Selatan mulai bergolak. Suasana kondusif dan toleransi tinggi yang telah terbina selama ini menjadi hangus dibakar amarah yang tiada berpangkal. Saat itu yang menjadi persoalan sangatlah sepela, hanya karena masalah parkir yang berujung pada penusukkan salah satu warga pada saat pesta di Orgen Tunggal dan akhirnya meluas menjadi perang antar warga. Entah kenapa setelah itu warga Lampung Selatan sangat mudah tersulut emosi yang cukup anarkis. Seperti pada saat demo penolakan sebuah patung yang puncaknya pada tanggal 2 Juli 2012 terjadi pengrusakkan gedung-gedung dan fasilitas kantor pemerintahan. Dan kini, tanggal 28 Oktober 2012 terjadi lagi kerusuhan yang sangat mencekam, menurut informasi terdapat 3 (tiga) warga yang tewas dan 6 (enam) orang luka berat. Kerusuhan tidak berhenti sampai di situ, pada hari Senin tanggal 29 Oktober 2012 kerusuhan berlanjut dengan menewaskan setidaknya 5 (lima) orang dan luka-luka yang belum bisa dipastikan jumlahnya. Selain itu pembakaran rumah-rumah penduduk menjadikan Kota Kalianda layaknya sedang perang melawan tentara penjajah. Tidak ada cara lain selain penyelesaian secara tuntas untuk menghindarkan kejadian ini supaya tidak berulang lagi. Mengungsikan warga pendatang ke lokasi yang aman merupakan langkah awal yang baik. Selanjutnya mengadakan pertemuan untuk penyelesaian yang tidak berfihak pada salah satu etnis adalah solusi yang bijak. Semogalah kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Amin. http://regional.kompasiana.com/2012/01/24/photo-kerusuhan-sidomulyo-lampung-selatan/ http://regional.kompasiana.com/2012/01/24/lampung-selatan-rusuh-lagi/ http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/01/31/misteri-gadis-kalianda-mistery/ http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/09/29/surat-dari-negeri-antah-berantah/

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun