Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Politik Itu Asyik tapi Cinta Lebih Asyik

24 Agustus 2023   17:11 Diperbarui: 14 September 2023   00:47 171 6
Hilal dan Najma adalah dua sahabat lama yang sama-sama aktif di kegiatan sosial. Mereka sering terlibat dalam berbagai aksi sosial, seperti menggalang dana untuk korban bencana, mengajar anak-anak jalanan, atau mengkampanyekan isu-isu lingkungan. Mereka juga memiliki minat yang sama terhadap politik, terutama partai bulan bintang, yang menurut mereka adalah partai harapan untuk Indonesia.

Hilal adalah seorang mahasiswa jurusan ilmu politik di salah satu universitas negeri di Jakarta. Dia adalah seorang pemuda yang cerdas, berwawasan luas, dan humoris. Dia selalu punya cara untuk membuat Najma tertawa dengan lelucon-leluconnya yang kocak dan jail. Dia juga suka menantang Najma dengan berbagai pertanyaan dan argumen yang menarik.

Najma adalah seorang mahasiswi jurusan komunikasi di universitas yang sama dengan Hilal. Dia adalah seorang gadis yang cantik, pintar, dan peduli. Dia selalu siap membantu orang-orang yang membutuhkan, baik itu teman-temannya, keluarganya, maupun masyarakat. Dia juga suka berdiskusi dengan Hilal tentang berbagai hal, terutama politik.

Mereka berdua diam-diam saling suka, tapi mereka tidak pernah mengungkapkan perasaan mereka. Mereka takut akan merusak hubungan persahabatan mereka yang sudah terjalin lama. Mereka juga merasa bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk berpacaran, karena mereka masih harus fokus pada studi dan karir mereka. Maka dari itu, mereka memilih untuk memendam perasaan mereka dan membiarkan perasaan mereka tetap jadi misteri.

Suatu hari, Hilal dan Najma sedang duduk di sebuah kedai kopi di dekat kampus mereka. Mereka sedang membicarakan tentang pemilu yang akan segera digelar. Mereka berdua sudah mendaftar sebagai pemilih pemula dan sudah menentukan pilihan mereka.

"Jadi, kamu udah yakin mau milih partai bulan bintang?" tanya Hilal sambil menyeruput kopinya.

"Ya, tentu saja. Partai bulan bintang adalah partai yang paling sesuai dengan visi dan misi saya. Partai Bulan Bintang adalah partai yang berbasis Islam, tapi tidak radikal. Partai Bulan Bintang adalah partai yang peduli dengan rakyat, tapi tidak populis. Partai Bulan Bintang adalah partai yang berkualitas, tapi tidak elitis," jawab Najma dengan penuh semangat.

"Wow, kamu benar-benar ngefans ya sama partai bulan bintang. Kamu nggak takut kalau Partai Bulan Bintang nggak lolos parliamentary threshold?" goda Hilal.

"Ah, nggak usah ngejek deh. Partai Bulan Bintang pasti bisa lolos kok. Lagian, buat saya nggak penting Partai Bulan Bintang menang atau kalah. Yang penting saya sudah menggunakan hak pilih saya dengan baik dan benar," balas Najma sambil mencubit lengan Hilal.

"Ouch! Sakit tau!" protes Hilal sambil menggosok-gosok lengannya.

"Ya udah, jangan ngejek lagi dong," ujar Najma sambil tersenyum manis.

Hilal melihat senyum Najma dan merasakan sesuatu di dadanya. Dia ingin sekali mengatakan bahwa dia suka sama Najma, tapi dia tidak berani. Dia hanya bisa tersenyum balik dan mengalihkan pembicaraan.

"Eh, kamu udah lihat caleg partai bulan bintang belum? Ada yang cakep-cakep nggak?" tanya Hilal sambil membuka smartphone-nya.

"Ya udah lihat dong. Ada kok yang cakep-cakep. Tapi nggak ada yang se-cakep kamu," jawab Najma dalam hati.

"Tapi nggak ada yang menarik perhatian saya sih," jawab Najma dengan cuek.

"Oh, gitu ya? Kalau saya sih ada yang menarik perhatian saya. Namanya Najma. Dia caleg Partai Bulan Bintang nomor urut 7 di daerah pemilihan Jakarta Selatan. Dia cantik, pintar, dan peduli. Dia juga sahabat saya sejak SMA. Kamu kenal nggak?" kata Hilal sambil menunjukkan foto Najma di smartphone-nya.

"Ya ampun, Hilal! Itu kan foto saya waktu ikut lomba pidato kemarin. Kamu ngapain simpen foto saya di smartphone kamu?" tanya Najma sambil memerah.

"Ya, kan kamu caleg Partai Bulan Bintang juga. Saya simpen foto kamu sebagai dukungan moral buat kamu. Lagian, saya suka sama kamu," kata Hilal dalam hati.

"Ya, kan saya cuma ikut lomba pidato aja. Bukan caleg beneran. Saya simpen foto kamu sebagai kenang-kenangan aja. Lagian, kamu sahabat saya," kata Hilal dengan gugup.

Najma merasakan sesuatu di dadanya. Dia ingin sekali mengatakan bahwa dia juga suka sama Hilal, tapi dia tidak berani. Dia hanya bisa tertawa geli dan mengalihkan pembicaraan.

"Ya udah, nggak usah sok-sokan jadi caleg deh. Kamu kan lebih cocok jadi aktivis sosial. Kamu kan suka banget sama kegiatan sosial," kata Najma sambil menepuk pundak Hilal.

"Iya sih, saya memang suka sama kegiatan sosial. Tapi saya juga suka sama politik. Menurut saya, politik itu asyik. Politik itu bukan cuma tentang kekuasaan, tapi juga tentang perubahan. Politik itu bukan cuma tentang konflik, tapi juga tentang solusi. Politik itu bukan cuma tentang diri sendiri, tapi juga tentang orang lain," kata Hilal dengan serius.

"Wow, kamu benar-benar punya passion ya sama politik. Kamu nggak mau ikut gabung sama Partai Bulan Bintang? Kamu kan bisa jadi calon pemimpin yang baik dan berintegritas," puji Najma.

"Ah, nggak usah lebay deh. Saya nggak punya ambisi jadi pemimpin kok. Saya cuma mau berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan kapasitas saya. Lagian, buat saya nggak penting jadi pemimpin atau bukan. Yang penting saya bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk bangsa dan negara ini," kata Hilal dengan rendah hati.

"Kamu memang hebat, Hilal. Kamu adalah sahabat yang paling saya kagumi dan sayangi," kata Najma dalam hati.

"Kamu juga hebat, Najma. Kamu adalah sahabat yang paling saya hormati dan cintai," kata Hilal dalam hati.

Mereka berdua saling pandang dengan penuh makna, tapi tidak ada yang berani mengucapkan apa yang ada di hati mereka. Mereka hanya bisa tersenyum dan melanjutkan obrolan mereka tentang politik dan partai bulan bintang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun